Dolar Nyaman di Atas Rp 14.000. Rupiah Paling Lemah Se-Asia!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 January 2021 10:18
Ilustrasi bendera China. AP/
Ilustrasi bendera China (AP)

Data ekonomi China tidak mampu menyelamatkan rupiah dan mata uang Asia lainnya. Biro Statistik Nasional China mengumumkan pertumbuhan ekonomi Negeri TIrai Bambu pada kuarta IV-2020 mencapai 6,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Ini adalah catatan terbaik sejak kuartal IV-2018. Artinya, laju pertumbuhan ekonomi China sudah mencapai level sebelum pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Untuk keseluruhan 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) China tumbuh 2,3%. Pencapaian ini memang yang terendah sejak 1974, tetapi kalau melihat negara-negara lain yang ekonominya tumbuh negatif (terkontraksi), melihat PDB China tumbuh 2,3% tentu bikin iri.

Namun data ini tidak cukup kuat mengatrol minat pelaku pasar untuk masuk ke pasar keuangan Asia. Investor memilih bermain aman dengan mengoleksi dolar AS. Pada pukul 09:35 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama duna) menguat 0,02%.

"Optimisme kita dihadapkan pada kondisi sulit yang sepertinya akan kita alami beberapa bulan ke depan. Dalam jangka pendek, konsumsi yang merupakan mesin utama penggerak ekonomi masih akan lemah," sebut riset ANZ.

Kondisi sulit itu datang dari perkembangan pandemi virus corona. Semakin lama, serangan virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini semakin seram saja.

Per 17 Januari 2021, jumlah pasien positif corona di seluruh negara mencapai 93.194.922 orang. Bertambah 683.378 orang (0,74%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (4-17 Januari 2021), rata-rata pasien positif bertambah 695.656 orang setiap harinya. Jauh lebih banyak ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yakni 591.099 orang per hari.

Perkembangan ini membuat berbagai negara kembali memperketat pembatasan sosial (social distancing) bahkan sampai ke taraf karantina wilayah (lockdown). Termasuk China, yang kembali 'mengunci' sejumlah kota untuk menekan angka penyebaran virus corona.

Oleh karena itu, bukan tidak mungkin kinerja ekonomi China (dan berbagai negara lainnya) kembali lesu pada kuartal I-2021. Sepanjang virus corona belum bisa dienyahkan, maka ekonomi akan sulit melaju sesuai dengan potensinya karena aktivitas dan mobilitas masyarakat masih dibatasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular