Dolar AS Bengong, Rupiah Tiba-tiba Balik Menguat ke Rp 14.050

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 January 2021 15:50
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berbalik menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (14/1/2021), setelah tertekan sejak pagi tadi.

Indeks dolar AS yang naik turun, serta vaksinasi massal yang sudah dimulai di Indonesia menjadi penggerak pada hari ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.055/US$. Setelahnya sempat menguat tipis ke Rp 14.050/US$ sebelum melemah 0,18% ke Rp 14.080/US$.

Rupiah akhirnya berbalik menguat 0,04% ke Rp 14.050/US$ beberapa menit sebelum penutupan perdagangan, dan bertahan di level tersebut. 

Mata uang Asia bervariasi melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Hingga pukul 15.07 WIB, rupee India menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,12%. Sementara yen Jepang menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,14%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia. 

Indeks dolar AS kemarin berbalik menguat 0,29% setelah hari sebelumnya melemah 0,41% sekaligus mengakhiri penguatan 4 hari beruntun. Pagi ini, indeks dolar AS sempat turun 0,13%, tetapi berbalik naik 0,14% siang tadi, dan sore ini kembali melemah tipis 0,02%. 

Pergerakan tersebut mengindikasikan pelaku pasar masih menimbang-nimbang kemana dolar AS akan melangkah di tahun ini.

Sebab, ada "bisik-bisik" di pasar jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan memangkas nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di akhir tahun ini, yang berpeluang membuat dolar AS perkasa. Di sisi lain, semakin banyak analis mata uang yang memprediksi dolar AS masih akan melemah hingga 2 tahun ke depan.

Selain itu, pelaku pasar juga menanti Presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden yang dikabarkan akan mengumumkan rencana paket stimulus fiskal yang akan digelontorkan pada Kamis waktu setempat.

Nilai stimulus tersebut dikatakan mencapai US$ 2 triliun.

Stimulus tersebut dikatakan akan mendongkrak sentimen pelaku pasar, sehingga investasi akan menuju aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi, dan dolar AS yang merupakan aset safe haven akan tertekan.

"Saya pikir posisi aset berisiko akan menjadi perhatian, jadi akan ada tekanan bagi dolar AS dalam jangka pendek. Saya melihat dolar AS akan melemah secara bertahap di 2021," kata Shusuke Yamada, kepala strategi mata uang Bank of Amerika di Tokyo, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (14/1/2021).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Vaksinasi Massal Jadi Modal Awal Rupiah Menguat

Vaksinasi massal di Indonesia sudah resmi dimulai Rabu kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi Warga Negara Indonesia pertama yang mendapat suntikan vaksin CoronaVac buatan perusahaan farmasi asal China, Sinovac. Setelah Jokowi, ada beberapa pejabat yang ikut divaksinasi.

Meski prosesnya akan memakan waktu yang cukup panjang untuk agar vaksinasi di seluruh Indonesia selesai, tetapi harapan akan hidup berangsur-angsur normal kembali, dan perekonomian bisa bangkit kembali.

Vaksinasi dikatakan menjadi salah satu kunci penguatan mata uang emerging market (EM) di tahun 2021.

Reuters melakukan survei terhadap 50 ahli strategi mata uang pada periode 4 - 7 Januari, hasilnya mata uang negara berkembang yang beberapa bulan terakhir menguat diramal akan melanjutkan penguatan di 2021.

Sebanyak 38 orang ahli strategi yang disurvei mengatakan yield yang tinggi, serta program vaksinasi yang sukses akan menjadi pemicu utama penguatan mata uang EM. Sementara 10 orang, melihat pemulihan ekonomi domestik sebagai pendorong utama.


Rupiah memiliki 3 hal yang disebutkan tersebut untuk menguat di tahun ini. Vaksinasi sudah resmi dimulai Rabu kemarin.

Kemudian yield atau imbal hasil obligasi Indonesia masih lebih tinggi ketimbang negara-negara EM lainnya. Yield tenor 10 tahun misalnya masih di kisaran 6%, dengan inflasi sekitar 1,6% year-on-year (YoY), maka real yield yang dihasilkan sekitar 4,4%.

Real yield tersebut masih lebih tinggi ketimbang Brasil sebesar 2,7% (yield obligasi tenor 10 tahun 7%, inflasi 4,3%). Kemudian China dengan real yield 3,7%, atau tetangga dekat Malaysia sebesar 4,2%.

Real yield India bahkan negatif 1%, sebab yield obligasi tenor 10 tahun sebesar 5,9% sementara inflasi justru mencapai 6,9% YoY.

Real yield Indonesia hanya kalah dari Afrika Selatan sebesar 5,5%.

Terakhir dari segi pemulihan ekonomi, Dana Moneter Internasional (IMF) berikan pandangan positif untuk ekonomi Indonesia 2021. Perkiraan pertumbuhan Produk Domestic Bruto (PDB) Indonesia tahun 2021 berada di 4,8% lebih besar 40 basis poin (bps) ketimbang perkiraan IMF sebelumnya di 4,4%. Tahun 2022, ekonomi Indonesia bahkan diprediksi tumbuh 6%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular