
Cuma Perlu Bersabar, Rupiah Akan Dekati Rp 13.000/US$ Lagi

Survei berbeda dilakukan Reuters terhadap 50 ahli strategi mata uang pada periode 4 - 7 Januari, hasilnya mata uang negara berkembang yang beberapa bulan terakhir menguat diramal akan melanjutkan penguatan di 2021. Indeks mata uang negara berkembang diperkirakan sekitar 2% dalam 12 bulan, meski beberapa negara masih belum akan mampu pulih ke level sebelum virus corona melanda.
Di tahun 2020 lalu, indeks tersebut mampu menguat hingga 11%, setelahnya sebelumnya sempat jeblok ke level terendah 3 tahun di bulan Maret 2020. Jebloknya dolar Amerika Serikat (AS) menjadi pemicu kebangkitan indeks tersebut.
Andreas Steno Larsen, kepala strategi mata uang global di Nordea mengatakan, Joseph 'Joe' Biden yang akan dilantik menjadi Presiden AS pada 20 Januari nanti memberikan keuntungan bagi mata uang negara berkembang.
"Biden yang akan menduduki kursi Presiden AS memberikan harapan perang dagang (AS-China) akan berakhir, ditambah dengan vaksinasi maka akan menciptakan kondisi yang nyaman bagi negara berkembang" katanya sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (8/1/2021).
Sementara itu, sebanyak 38 orang ahli strategi yang disurvei mengatakan yield yang tinggi, serta program vaksinasi yang sukses akan menjadi pemicu utama penguatan mata uang EM. Sementara 10 orang, melihat pemulihan ekonomi domestik sebagai pendorong utama.
Rupiah memiliki 3 hal yang disebutkan tersebut untuk menguat di tahun ini. Vaksinasi sudah resmi dimulai hari ini.
Kemudian yield atau imbal hasil obligasi Indonesia masih lebih tinggi ketimbang negara-negara EM lainnnya. Yield tenor 10 tahun misalnya masih di kisaran 6%, dengan inflasi sekitar 1,6% year-on-year (YoY), maka real yield yang dihasilkan sekitar 4,4%.
Real yield tersebut masih lebih tinggi ketimbang Brasil sebesar 2,7% (yield obligasi tenor 10 tahun 7%, inflasi 4,3%). Kemudian China dengan real yield 3,7%, atau tetangga dekat Malaysia sebesar 4,2%.
Real yield India bahkan negatif 1%, sebab yield obligasi tenor 10 tahun sebesar 5,9% sementara inflasi justru mencapai 6,9% YoY. Real yield Indonesia hanya kalah dari Afrika Selatan sebesar 5,5%.
Terakhir dari segi pemulihan ekonomi, Dana Moneter Internasional (IMF) berikan pandangan positif untuk ekonomi Indonesia 2021. Perkiraan pertumbuhan Produk Domestic Bruto (PDB) Indonesia tahun 2021 berada di 4,8% lebih besar 40 basis poin (bps) ketimbang perkiraan IMF sebelumnya di 4,4%. Tahun 2022, ekonomi Indonesia bahkan diprediksi tumbuh 6%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rp 13.900/US$ Jadi Kunci Pergerakan Rupiah Tahun Ini
(pap/pap)