
Jeblok Lagi! Rupiah Digerogoti dari Dalam, Dihajar dari Luar

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (11/1/2020).
Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang lebih ketat, atau yang saat ini disebut Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) resmi dimulai hari ini memberikan sentimen negatif bagi rupiah. Sementara dolar AS yang mulai bangkit sejak pekan lalu terus menekan rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 13.980/US$. Setelahnya, rupiah langsung melemah hingga 0,64% ke Rp 14.070/US$ hingga pukul 12:00 WIB.
PPKM berlangsung di pulau Jawa dan Bali mulai hari ini hingga 25 Januari mendatang. Kebijakan tersebut diterapkan oleh pemerintah guna menekan penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19).
Di daerah-daerah yang kena PPKM, perkantoran non-esensial diimbau menerapkan kerja dari rumah (work from home) 75%. Kegiatan belajar-mengajar belum bisa tatap muka di sekolah, masih jarak jauh.
Pusat perbelanjaan wajib tutup pukul 19:00 WIB. Restoran masih boleh menerima pengunjung yang makan-minum di tempat, tetapi maksimal 25% dari total kapasitas. Demikian pula rumah ibadah, boleh menampung jamaah tetapi dibatasi paling banyak 50%.
Alhasil, roda bisnis akan kembali melambat, dan pemulihan ekonomi kembali terhambat.
Sementara itu, indeks dolar AS hingga hari ini sudah menguat 4 hari beruntun, semakin menjauhi level terendah sejak Maret 2018. Siang ini, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini menguat 0,38% ke 90,439. Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS.
Selain itu, pernyataan para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan optimisme pemulihan ekonomi membuat dolar AS "mengamuk".
"Saya terdorong untuk melihat peningkatan indikator ekspektasi inflasi... Itu yang berusaha kami bantu" kata Thomas Barkin, Presiden The Fed Richmond dalam wawancara degan Reuters Kamis kemarin.
Di tempat berbeda, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard mengatakan semua faktor yang akan memicu inflasi sudah ada, dari kebijakan moneter dan fiskal. Bullard mengatakan saat ini kebijakan fiskal sangat powerful, dan kemungkinan akan ada tambahan lagi saat pemerintahan Joseph 'Joe' Biden.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article The Fed Tetap Tegas, Rupiah Tetap Liar!