
Saham ANTM Sedang Meledak-ledak, Bagaimana Valuasinya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) pada perdagangan Jumat (8/1/2021) ditutup stagnan di level Rp 2.600/saham. Sehari sebelumnya, ANTM melesat 17,12% ke level yang sama, yakni Rp 2.600/saham.
Dalam sepekan, harga saham ANTM tercatat melesat 34,37%. Jika dihitung dalam kurun waktu satu bulan, saham ANTM melesat hingga 108,84%, dalam tiga bulan 263% dan dalam enam bulan terakhir 329%.
Sedangkan, total nilai transaksi ANTM dalam sepekan mencapai Rp 13,8 triliun. Dengan volume saham yang ditransaksikan mencapai 5,8 miliar lembar saham.
Lalu bagaimana valuasinya? Price to earning ratio (PER) saham Antam saat ini berada pada level 56,07 kali. Sementara itu nilai buku per saham sekitar 788, artinya PBV nya sekitar 3,3 kali.
Sementara itu, jumlah ekuitas perseroan hingga kuartal III-2020 tercatat senilai Rp 19,93 triliun. Total nilai penjualan mencapai Rp 18,04 triliun pada periode yang sama.
Laba Antam di periode tersebut mencapai Rp 835,78 miliar. Total nilai aset BUMN tambang ini mencapai Rp 30,97 triliun.
Faktor pendorong melesatnya harga saham ANTM pada pekan kemarin adalah sentimen kenaikan harga komoditas nikel. Harga komoditas ini diperkirakan bisa mencapai harga US$ 20.000 ton.
Nikel merupakan salah satu logam hasil tambang yang digunakan untuk berbagai keperluan. Di pasar dikenal ada dua jenis nikel yaitu nikel kelas I dan kelas II.
Nikel kelas II banyak digunakan untuk pembuatan stainless steel, sementara kelas I digunakan untuk produk lain seperti komponen baterai mobil listrik.
Sentimen makin maraknya tren penggunaan mobil listrik dan tren penjualan mobil listrik yang meningkat membuat harga nikel mengalami kenaikan yang pesat. Outlook harga nikel untuk tahun 2021 pun positif.
DBS dalam laporannya menyebut harga nikel tahun ini bakal bullish dan tembus ke atas US$ 20.000/ton.
Hal tersebut karena ditopang oleh adanya defisit pasokan nikel di saat permintaan sedang naik-naiknya. Tren ini terutama terjadi untuk nikel kelas I yang banyak digunakan untuk baterai mobil listrik.
Proyeksi DBS, permintaan nikel kelas I akan tumbuh 5,9% setiap tahunnya sampai 2025. Untuk periode yang sama pasokan nikel kelas I hanya tumbuh 3,3%.
Sementara itu, untuk nikel Kelas II keseimbangan di pasar tetap terjaga tahun ini, bahkan hingga 2025 seiring dengan kuatnya peningkatan kapasitas nickel pig iron (NPI) di Indonesia mengimbangi penurunan produksi Cina dan pertumbuhan permintaan nikel untuk stainless steel.
Lebih lanjut DBS memprediksi volume penjualan mobil listrik akan naik 24% per tahun secara compounding (CAGR) ke 22,3 juta unit pada tahun 2030. Kenaikan penjualan mobil listrik tentu akan mengerek permintaan nikel kelas I seiring dengan minat yang tinggi untuk penggunaan baterai yang menggunakan nikel.
Permintaan nikel untuk baterai mobil listrik akan tumbuh sebesar 32% (CAGR) pada 2019-2030 sehingga meningkatkan konsumsi nikel untuk baterai yang dapat diisi ulang hingga 24% per tahun menjadi 1,27 juta ton pada tahun 2030.
"Oleh karena itu, kami memperkirakan kontribusi baterai isi ulang terhadap konsumsi nikel akan meningkat hingga 30% pada 2030 dari hanya 5% pada 2019." tulis DBS dalam laporannya.