Sempat Tembus ke Rp 14.000/US$, Rupiah Paling Buruk di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 January 2021 15:42
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (8/1/2021), bahkan sempat kembali ke atas Rp 14.000/US$. Indeks dolar AS yang bangkit dari level terendah sejak Maret 2018 membuat rupiah tertekan. Namun, cadangan devisa (cadev) Indonesia yang bertambah signifikan di bulan Desember mampu meredam pelemahan rupiah.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,07% di Rp 13.900/US$. Namun setelahnya langsung merosot hingga 0,65% ke Rp 13.980/US$, dan tertahan satu jam sebelum perdagangan berakhir.

Depresiasi rupiah sempat bertambah hingga 1,1% ke Rp 14.043/US$, tetapi berhasil kembali dipangkas dan mengakhiri perdagangan di level Rp 13.980/US$.

Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS hari ini, tetapi tidak ada yang sebesar rupiah. Artinya, Mata Uang Garuda menjadi yang terburuk di Asia.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 16:09 WIB.

Indeks dolar AS kemarin menguat 0,33% melanjutkan kenaikan hari sebelumnya. Sementara sore ini indeks dolar menguat 0,34% ke atas level 90.

Ekspektasi bangkitnya perekonomian AS di tahun ini, serta kenaikan yield obligasi (Treasury) AS menjadi pemicu bangkitnya indeks dolar AS. Selain itu, pernyataan para pejabat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang menunjukkan optimisme pemulihan ekonomi membuat dolar AS "mengamuk".

"Saya terdorong untuk melihat peningkatan indikator ekspektasi inflasi... Itu yang berusaha kami bantu" kata Thomas Barkin, Presiden The Fed Richmond dalam wawancara degan Reuters Kamis kemarin.

Di tempat berbeda, Presiden The Fed St. Louis, James Bullard mengatakan semua faktor yang akan memicu inflasi sudah ada, dari kebijakan moneter dan fiskal. Bullard mengatakan saat ini kebijakan fiskal sangat powerful, dan kemungkinan akan ada tambahan lagi saat pemerintahan Joseph 'Joe' Biden.

Ekspektasi kenaikan inflasi tersebut memicu penguatan dolar AS, sebab jika inflasi terus melesat maka The Fed kemungkinan akan mempertimbangkan untuk mulai mengurangi nilai program pembelian asetnya (quantitative easing/QE) yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan.

Rupiah mampu bertahan dari tekanan dolar AS pada hari ini, dan berakhir di bawah Rp 14.000/US$ berkat cadangan devisa (cadev) yang kembali menanjak.

Indonesia akhirnya membukukan kenaikan di bulan Desember setelah mengalami penurunan dalam 3 bulan beruntun. Kenaikan pada akhir 2020 tersebut juga terbilang besar, hingga menyentuh level tertinggi kedua sepanjang sejarah.

Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa naik US$ 2,3 miliar menjadi US$ 135,9 miliar di bulan Desember dari bulan sebelumnya. Sementara itu, rekor tertinggi cadev dicapai pada bulan Agustus lalu sebesar US$ 137 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10,2 bulan impor atau 9,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI, Jumat (8/1/2021).

Sebelumnya naik di bulan Desember, penurunan cadev dalam 3 bulan beruntun terjadi akibat pembayaran utang pemerintah.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan proyeksi utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2020 sebesar Rp 238 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari jatuh tempo obligasi negara Rp 158 triliun dan pinjaman Rp 80 triliun.

Sementara di bulan Desember, menurut keterangan BI, peningkatan cadev terutama dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri pemerintah dan penerimaan pajak.

"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," pungkas siaran BI.

Dengan kenaikan cadev, BI memiliki lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah jika mengalami tekanan hebat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular