
Cuma Ngingetin Gaes, Tahun Lalu 10 Saham Ini Cuan & Tekor

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup terkoreksi pada perdagangan terakhir tahun 2020, Rabu (30/12/2020), yakni melemah 0,95% ke level 5.979,07. Meski demikian, koreksi IHSG secara year to date (YTD) hanya minus 5,09%.
Data perdagangan menunjukkan, ada 143 saham naik, 365 saham melorot, dan 118 saham stagnan dengan nilai transaksi Rp 14,51 triliun dan volume perdagangan 24,71 miliar saham.
Asing tercatat masuk alias beli bersih Rp 508,02 miliar di pasar reguler. Selama tahun berjalan sendiri asing sudah kabur mencapai Rp 61,01 triliun, sementara selama setahun terakhir asing kabur Rp 58,45 triliun di pasar reguler.
Berikut saham-saham paling cuan dalam 1 tahun terakhir (30 Desember 2019-30 Desember 2020).
10 Saham Top Gainers di BEI, 1 Tahun
1. Bank Agroniaga (AGRO), saham +613,79% di Rp 1.035, transaksi Rp 9,6 T
2. Bank BRISyariah (BRIS), +607,55% Rp 2.250, transaksi Rp 32,6 T
3. Bank Bukopin (BBKP), +173,81% Rp 575, transaksi Rp 13,6 T
4. Antam (ANTM), +144,94% Rp 1.935, transaksi Rp 49,6 T
5. Kimia Farma (KAEF), +122,51%, Rp 4.250, transaksi Rp 14,4 T
6. Semen Baturaja (SMBR), +119.14% Rp 1.065, transaksi Rp 6,3 T
7. Merdeka Copper Gold (MDKA), +108,58% Rp 2.430, transaksi Rp 37,4 T
8. Buana Lintas Lautan (BULL), +95,53% Rp 350, transaksi Rp 9,8 T
9. Krakatau Steel (KRAS), +59,70% Rp 428, transaksi Rp 5,3 T
10. Erajaya Swasembada (ERAA), +50,68% Rp 2.200, transaksi Rp 9,3 T
Tim Riset CNBC Indonesia mencatat salah satu sentimen BRI Agroniaga ialah sejumlah aksi korporasi perusahaan, terutama ketika berinovasi dengan berkolaborasi digital dengan sejumlah teknologi keuangan (fintech) dalam rangka meningkatkan penyaluran pembiayaan, di antaranya ada Investree, ModalRakyat, hingga KoinWorks.
Sebelumnya, pada 8 Desember 2020, BRI Agroniaga juga menandatangani Nota Kesepahaman dengan salah satu perusahaan Fintech yang sedang berkembang di Indonesia yaitu PAYFAZZ yang merupakan bagian dari Fazz Financial Group.
Hal ini juga diperkuat dengan manajemen BBRI memang sudah lama memberikan sinyal bahwa anak usahanya ini akan bertransformasi menjadi bank digital, di tengah konsolidasi anak usaha Bank BRI lainnya yakni PT Bank BRISyariah Tbk (BRIS).
Adapun urutan kedua ter-cuan yakni BRIS. Rencana merger bank syariah BUMN yang melibatkan BRISyariah, bersama Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah tengah berlangsung dan ini menjadi sentimen utamanya.
BRIS bakal menjadi surviving entity dan ditargetkan proses merger rampung pada Februari 2021, dengan nama Bank Syariah Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian BUMN, memperhitungkan laporan keuangan Juni 2020, gabungan tiga bank syariah BUMN ini akan menghasilkan total aset mencapai Rp 214,65 triliun, terdiri dari aset BSM Rp 114,40 miliar, BNI Syariah Rp 50,76 triliun, dan BRIS Rp 49,58 triliun.
Adapun Bank Syariah Indonesia, bank hasil penggabungan tiga bank syariah BUMN tersebut, menargetkan pembiayaan bisa menembus Rp 272 triliun atau setara dengan US$ 19,43 miliar (kurs Rp 14.000/US$) pada 2025 dan pendanaan pada periode itu mencapai Rp 336 triliun atau setara US$ 24 miliar.
Adapun untuk BBKP, salah satu bank yang menjadi incaran investor ialah makin besarnya kehadiran KB Kookmin Bank yang akhirnya menjadi pemegang saham pengendali.
Data laporan kepemilikan BBKP, di Bukopin, pemerintah masih memiliki 3,18% saham. Untuk pengendali sahan BBKP sudah beralih dari grup Bosowa ke Kookmin Bank Co. Ltd sebagai pengendali baru yang merangkul 67% saham BBKP.
NEXT: Saham-saham Ini Terpuruk di 2020
Selain saham-saham top gainers, ada pula saham-saham yang terpuruk sepanjang tahun lalu, seiring dengan sentimen kinerja yang memburuk, dan katalis negatif lainnya.
10 Saham Top Losers 1 Tahun
1. Kapuas Prima Coal (ZINC), saham - 53,88% Rp 190, transaksi Rp 10,5 T
2. Smartfren Telecom (FREN), -45,53% Rp 67, transaksi Rp 10,2 T
3. Garuda Indonesia (GIAA), -25,56% Rp 402, transaksi Rp 6,1 T
4. HM Sampoerna (HMSP), -22,50% Rp 1.505, transaksi Rp 28,2 T
5. Bank BTN (BBTN), -20,51% Rp 1.725, transaksi Rp 22,1 T
6. Barito Pacific (BRPT), -20,29% Rp 1.100, transaksi Rp 21,4
7. XL Axiata (EXCL), -19,47% Rp 2.730, transaksi Rp 16,9 T
8. Bank Negara Indonesia (BBNI), -18,21% Rp 6.175, transaksi Rp 70,9 T
9. PGN (PGAS), -17,25% Rp 1.655, transaksi Rp 44,7 T
10. Telkom Indonesia (TLKM), -16.20% Rp 3.310, transaksi Rp 115,7 T
Emiten dengan kinerja terpuruk pertama yakni emiten tambang mineral perusahaan tambang mineral zinc dan perak, Kapuas Prima Coal atau ZINC. Kapuas Prima Coal didirikan sejak 2005 dan fokus pada pertambangan dan perdagangan
Perusahaan listing di BEI pada 1 Desember 2017. PT Erdhika Elit Sekuritas saat itu didaulat menjadi penjamin pelaksana emisi IPO (initial public offering).
ZINC melepas 20,75% saham pada harga Rp 140/saham. Dengan aksi korporasi ini, ZINC memperoleh pendanaan sebesar Rp 147 miliar, yang sebesar 80% digunakan sebagai belanja modal, dan sisanya 20% untuk modal kerja.
Adapun emiten telekomunikasi Grup Sinar Mas, Smartfren Telecom masuk deretan top losers. Kinerja FREN masih mencatatkan rugi bersih yang kembali naik 6,7% pada 9 bulan di 2020, atau per September, sebesar Rp 1,75 triliun dari periode yang sama tahun 2019, Rp 1,64 triliun.
Kerugian ini melanjutkan rugi bersih yang dibukukan pada semester I-2020 sebesar Rp 1,22 triliun, atau naik 14% dari semester I-2019 yakni rugi bersih Rp 1,07 triliun.
Ini artinya, sudah hampir 12 tahun atau sejak 2008, FREN tak pernah mencatatkan "angka biru" pada kinerja laba bersih.
Berdasarkan laporan keuangan FREN, rugi bersih ini dicatatkan di tengah pendapatan perusahaan yang justru meroket 37,55% menjadi Rp 6,85 triliun dari periode yang sama tahun lalu Rp 4,98 triliun.
Secara rinci, pendapatan yang naik ialah pendapatan data mencapai Rp 2,24 triliun dari Rp 4,72 triliun dan pendapatan non data yang juga naik menjadi Rp 292,97 miliar dari Rp 211,37 miliar.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dear Sobat Cuan, Cek Dulu Top Gainers & Losers Sepanjang 2020
