Siap-siap, Tahun 2021 Harga Komoditas Tambang Bakal Terbang!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
03 January 2021 09:50
Ilustrasi kelapa sawit. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi kelapa sawit. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Harga komoditas tambang lain yaitu batu bara pun diramal masih cerah. Namun, harga kontraknya yang sudah terlampau tinggi di atas US$ 80 per ton rawan terkoreksi. Setelah mengalami koreksi sehat, reli harga batu bara berpotensi lanjut di tahun 2021 

Menurut laporan baru dari Badan Energi Internasional, kemungkinan pulihnya kembali ekonomi global pada 2021 diperkirakan akan mendorong rebound jangka pendek dalam permintaan batu bara menyusul penurunan besar tahun ini yang dipicu oleh krisis Covid-19.

Berdasarkan asumsi pemulihan ekonomi dunia, laporan IEA memperkirakan permintaan batu bara global akan meningkat kembali sekitar 2,6% pada tahun 2021, didorong oleh permintaan listrik dan output industri yang lebih tinggi di kawasan Asia, terutama China, India, dan Kawasan Asia Tenggara.

Ekonomi China, India, dan Asia Tenggara bertanggung jawab atas sebagian besar pertumbuhan, meskipun Amerika Serikat dan Eropa mungkin juga mengalami kenaikan konsumsi batu bara pertama mereka dalam hampir satu dekade.

Namun, permintaan batu bara global pada 2021 diperkirakan masih akan berada di bawah level 2019 dan bahkan bisa lebih rendah jika asumsi laporan untuk pemulihan ekonomi, permintaan listrik, atau harga gas alam tidak terpenuhi.

Beralih ke komoditas lainnya yaitu minyak, jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters kepada 39 ekonom dan analis menunjukkan bahwa harga minyak khusus untuk Brent diperkirakan masih akan berada di kisaran US$ 50,7 per barel.

Sedangkan untuk harga minyak mentah West Intermediate (WTI) diprediksi bergerak di kisaran US$ 47,45 per barel pada 2021.

Harga minyak belum kembali pulih ke level pra-pandemi mengingat pembatasan sosial masih terjadi di mana-mana. Permintaan minyak juga masih rendah. Di saat yang sama varian baru virus Corona (B.1.1.7) yang diklaim 70% lebih menular menjadi ancaman lain yang berpotensi menyulut maraknya lockdown.

Setelah memangkas output secara besar-besaran pada 2020, para kartel minyak yang terdiri dari Arab Saudi, Rusia dan koleganya (OPEC+) sepakat untuk menaikkan produksi 500 ribu barel per hari (bph) mulai Januari nanti.

Bahkan jika harga minyak tetap di kisaran US$ 45-55 per barel, Rusia berencana untuk mengusulkan produksi digenjot lagi sebesar 500 ribu bph mulai Februari.

Kemudian untuk CPO, harga minyak nabati yang sudah sangat tinggi juga rawan mengalami koreksi. Namun outlook sampai ke kuartal pertama tahun 2021 masih positif dengan adanya pola iklim La Nina. Setelahnya harga CPO berpotensi terkoreksi.

Menurut Fitch, harga CPO yang mahal akan membuat konsumen akan beralih ke komoditas substitusi lainnya. Di sisi lain, perbaikan produksi di Indonesia juga akan turut menekan harga.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular