2020, Rupiah Runner Up Terburuk di Asia, Yuan Jadi Juaranya!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
01 January 2021 12:45
Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Yuan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Kenaikan mata uang China terhadap dolar AS ditopang oleh sentimen positif keberhasilan menjinakkan pandemi Covid-19 dan fundamentalnya yang kuat. Ketika mayoritas negara-negara lain mengalami resesi pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini, China justru bangkit dan mencatatkan pertumbuhan PDB yang positif. 

Selain itu, surplus neraca dagang dan transaksi berjalan juga membantu mendongkrak kinerja mata uang China. Berbeda dengan India, Indonesia dan Thailand yang membutuhkan dorongan fundamental yang baik untuk bisa mengalami apresiasi.

India misalnya, saat ini negara yang dipimpin oleh Narendra Modi tersebut menjadi salah satu negara dengan kasus Covid-19 terparah di dunia. Output perekonomian India mengalami kontraksi yang dalam pada kuartal kedua (-23% yoy) maupun kuartal ketiga (-7,5% yoy).

Hal serupa juga terjadi pada Thailand yang ekonominya nyungsep di saat Covid-19 melanda. Pada kuartal kedua pertumbuhan ekonomi Thailand tercatat minus 12,1% dan kemudian membaik pada kuartal ketiga meski masih minus 6,4%.

Ekonomi Thailand memang sangat terpuruk. Ketergantungan terhadap sektor pariwisata menjadi salah satu pemicunya. Maklum saat pandemi sektor ini menjadi sektor yang paling terpuruk.

Sementara itu nasib serupa juga dialami oleh Indonesia. Resesi dengan pertumbuhan PDB minus dua kuartal beruntun serta penanganan pandemi Covid-19 yang jauh dari kata optimal membuat investor masih agak jaga jarak dengan pasar keuangan RI. 

Bank Indonesia (BI) dalam rilis terbarunya pada 18 Desember 2020 menyebut nonresiden di pasar keuangan domestik masih mencatatkan aksi jual neto sebesar Rp 140,01 triliun. 

Namun dengan adanya fenomena supercycle komoditas di 2021, prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih baik akibat vaksin, tren pelemahan dolar AS yang berlanjut dan kemungkinan besar adanya inflow ke pasar keuangan domestik berpotensi membuat rupiah terangkat di tahun 2021.

Bagaimanapun juga aset-aset keuangan domestik masih memberikan imbal hasil menarik. Di tengah era rendahnya suku bunga, yield adalah hal yang langka. Imbal hasil obligasi pemerintah berdenominasi rupiah tenor 10 tahun masih di kisaran 6%.

Dengan inflasi di tingkat 1,6% maka imbal hasil riilnya adalah 4,4%. Jauh lebih baik daripada imbal hasil yang ditawarkan negara-negara maju yang sudah negatif maupun negara berkembang lain.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular