
Capai US$ 1.900/Troy Ons, Harga Emas Langsung Merosot 1,4%

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia Harga emas dunia pada Senin (28/12/2020) pagi melesat 1,25% ke US$ 1.900,04/troy ons, setelah Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menandatangani rancangan undang-undang (RUU) stimulus fiskal senilai US$ 900 miliar.
Tetapi tidak lama, penguatan tersebut langsung terpangkas tajam, bahkan pada pukul 18:35 WIB emas berbalik melemah tipis 0,17% di US$ 1.873,81/troy ons, di pasar spot, melansir data Refinitiv. Artinya, dari level tertinggi hari ini, hingga ke posisi tersebut emas merosot 1,4%.
Pada pekan lalu, Trump mengejutkan pasar, melalui akun Twitternya, ia menyebut stimulus senilai US$ 900 miliar sebagai "aib".
Dalam RUU stimulus fiskal kali ini, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diperoleh warga AS sebesar US$ 600/orang, setengah dari yang diterima jilid I bulan Maret lalu sebesar US$ 1.200/orang. Untuk pasangan yang menikah BLT yang diperoleh sebesar US$ 1.200, dan US$ 600 untuk tanggungan anak.
Hal tersebut yang dipermasalahkan oleh Trump. Ia juga meminta Kongres AS untuk menaikkan BLT senilai US$ 600 menjadi US$ 2.000 per orang, dan US$ 4.000 untuk pasangan yang menikah.
Stimulus fiskal merupakan salah satu "bahan bakar" utama emas untuk menguat. Saat Trump mengatakan hal tersebut sebagai "aib" pelaku pasar melihat ada kemungkinan tidak akan diteken, sehingga stimulus tidak akan cair. Hal tersebut membuat emas melemah 0,22% sepanjang pekan lalu.
Tetapi kini, setelah sah diteken, harga emas dunia akhirnya langsung melesat lebih dari 1%, meski pada akhirnya terus terpangkas.
Stimulus fiskal merupakan salah satu "bahan bakar" utama emas untuk menguat. Pada bulan Maret lalu, saat Pemerintah AS menggelontorkan stimulus fiskal jilid I, yang disebut CARES Act dengan nilai US$ 2 triliun, harga emas dunia terus meroket hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu.
Presiden Trump akan lengser dari jabatannya, dan digantikan oleh Joseph 'Joe' Biden, pada 20 Januari mendatang. Biden sebelumnya sudah mengatakan akan menggelontorkan stimulus tambahan guna membantu perekonomian AS.
Sehingga ke depannya, emas memiliki "bahan bakar" lagi untuk menguat. Oleh karena itu, banyak analis yang memprediksi tahun ini adalah awal dari periode pengiuatan panjang emas atau yang disebut supercycle.
Profesor ekonomi terapan di John Hopkins University, Steve Hanke, dalam wawancara dengan Kitco, Selasa (22/12/2020), mengatakan komoditas termasuk emas akan memasuki fase supercycle tersebut pada tahun 2021 mendatang.
"Supply sangat terbatas, stok rendah, dan ekonomi mulai bangkit dan maju ke depan, harga komoditas akan naik dan memulai supercycle. Saya pikir saat ini kita sudah melihat tanda awalnya," kata Hanke, sebagaimana dilansir Kitco.
Andy Hecht dari bubbatrading.com menjadi salah satu analis yang juga memprediksi emas masuk supercyle. Hetch bahkan mengatakan senang melihat harga emas turun di bawah US$ 1.900/troy ons.
"Saya menyambut penurunan harga emas, saya ingin melihat harga emas turun, itu artinya saya akan membeli lebih banyak emas," kata Hecht sebagaimana dilansir Kitco, Kamis (23/10/2020).
"Saya melihat kita masih di tahap awal supercyle komoditas, itu artinya emas akan melesat tinggi, begitu juga dengan perak," katanya
