Tahun 2020 Tinggal 10 Hari, Emas Bisa nih ke US$ 1.900 Lagi!

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
21 December 2020 09:32
Ilustrasi Emas Antam. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Emas Antam. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun 2020 akan berganti menjadi 2021 dalam kurun waktu 10 hari lagi. Investor mulai berfokus pada prospek harga emas hingga akhir tahun ini setelah drop dari level tertingginya sepanjang sejarah pada Agustus lalu dan terombang-ambing setelahnya. 

Sepanjang bulan Desember, harga emas kembali melesat 5,83%. Akhir pekan lalu harga emas di arena pasar spot semakin mendekati level psikologis US$ 1.900/troy ons. Meskipun belum sempat menyentuh level psikologis tersebut, tetapi tidak menutup kemungkinan si logam kuning ini bakal tembus ke US$ 1.900/troy ons. 

Pada perdagangan pagi awal pekan ini Senin (21/12/2020), harga logam mulia emas di arena pasar spot mengalami apresiasi sebesar 0,91% ke US$ 1.898/troy ons pada 08.40 WIB. Harga emas semakin mantap melangkah mendekati US$ 1.900/troy ons. 

Pemicu kenaikan harga emas belakangan ini adalah kabar terkait stimulus baik moneter maupun fiskal.Dari sisi moneter, bank sentral paling berpengaruh di dunia yakni Federal Reserves (the Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di kisaran zero lower bound (ZLB).

Sang ketua the Fed Jerome Powell bahkan menegaskan suku bunga acuan tidak akan diutak-atik setidaknya sampai 2023. Lebih lanjut, pria yang menggantikan Janet Yellen tersebut mengatakan bahwa otoritas moneter masih akan melanjutkan program pembelian asetnya atau yang lebih dikenal dengan quantitative easing (QE). 

Apabila melihat periode krisis sebelumnya (krisis keuangan 2008), QE yang dilakukan oleh the Fed membuat neraca bank sentral menggelembung dari US$ 995 miliar pada pertengahan September 2008 menjadi US$ 4,4 triliun pada Maret 2018.

Artinya terjadi peningkatan neraca bank sentral AS sebesar hampir US$ 3,4 triliun. Neraca bank sentral kemudian mulai susut seiring dengan normalisasi kebijakan moneter setelahnya menjadi US$ 3,84 triliun pada September tahun lalu. 

Namun neraca the Fed kembali naik hingga lebih dari US$ 4,1 triliun pada awal tahun ini. Aset bank sentral Adidaya itu semakin menggembung saat pandemi Covid-19 melanda. Hanya dalam hitungan bulan neraca the Fed tembus US$ 7,36 triliun. 

Apabila pada periode sebelumnya butuh waktu 6 tahun untuk meningkatkan neraca bank sentral sebesar lebih dari US$ 3,4 triliun. Sekarang hanya butuh waktu kurang dari 12 bulan. 

Kebijakan ini masih akan terus ditempuh the Fed. Implikasinya adalah semakin bengkaknya defisit anggaran dan membuat dolar AS semakin tertekan. Ini memberikan keuntungan bagi emas sebagai aset minim risiko (safe haven).

Menambah sentimen positif ada kelanjutan negosiasi soal stimulus fiskal jilid II di AS. Jalannya stimulus fiskal jilid II di AS senilai lebih dari US$ 900 miliar akan segera terealisasi.

Negosiasi antara pihak Demokrat dan Republik yang sebelumnya berjalan alot kini sudah mulai menemukan titik temu. Stimulus dengan nilai jumbo ini menjadi berkah tersendiri bagi emas.

"Target emas di level US$ 1.925 menjelang Natal masih dalam jangkauan", kata direktur perdagangan global Kitco Metals Peter Hug.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kitco terhadap analis Wall Street maupun responden dari Main Street. Setidaknya ada 75% dari mereka yang berpandangan tren harga emas akan naik pekan ini (bullish).

"Kami akan melihat beberapa ayunan liar (volatilitas tinggi) dalam beberapa minggu ke depan, tetapi fundamental bullish emas masih tetap. Faktor yang mendorong emas lebih tinggi pada 2021 tidak akan berakhir pada 2021," kata Ole Hansen kepala strategi komoditas di Saxo Bank kepada Kitco News.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bank Sentral Gelontorkan Stimulus, Harga Emas Kembali Melesat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular