Bye Dolar! The Fed Komitmen Banjiri Duit Perekonomian AS

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 December 2020 19:05
Ilustrasi Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah pada perdagangan Kamis (17/12/2020). Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS turun ke bawah level 90 untuk pertama kalinya sejak April 2018.

Hal itu terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengumumkan kebijakan moneter dini hari tadi. Dalam rapat kebijakan moneter terakhir di tahun ini, The Fed memberikan proyeksi yang menggembirakan.

Perekonomian AS diprediksi akan pulih di tahun depan, bahkan di tahun kemerosotan produk domestik bruto (PDB) tidak seburuk prediksi sebelumnya.

Tahun ini, produk domestik bruto (PDB) diprediksi mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 2,4%, lebih baik dari proyeksi sebelumnya -3,7%. Sementara untuk tahun depan PDB diproyeksikan tumbuh 4,2%, lebih baik dari perkiraan sebelumnya 4%.

Sementara itu, tingkat pengangguran AS di tahun ini turun menjadi 6,7%, jauh di bawah prediksi sebelumnya 7,6%. Sementara tahun depan diperkirakan 5%, turun dari proyeksi sebelumnya yaitu 5,5%.

Untuk diketahui, data terbaru yang dirilis oleh Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan tingkat pengangguran di bulan November sebesar 6,7%.

Meski banyak kabar baik yang diberikan, tetapi nyatanya dolar AS terus melemah. Sebabnya, The Fed berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.

Artinya kebijakan moneter ultra longgar masih akan dipertahankan dalam waktu yang lama. The Fed juga menegaskan akan menambah nilai QE jika perekonomian AS kembali melambat.

The Fed memberikan proyeksi inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.

Besarnya QE yang sudah digelontorkan tercermin dari Balance Sheet The Fed yang menunjukkan nilai surat berharga yang dibeli melalui kebijakan quantitative easing. Semakin banyak jumlah aset yang dibeli, balance sheet The Fed akan membesar.

Di bulan Februari, sebelum virus corona menjadi pandemi, nilai Balance Sheet The Fed sekitar US$ 4,1 triliun, sementara posisi di 9 Desember sebesar US$ 7,2 triliun. Artinya selama pandemi ini, The Fed sudah membanjiri perekonomian AS dengan likuiditas lebih dari US$ 3 triliun.

Kebijakan tersebut terbilang sangat agresif, sebab saat krisis finansial melanda AS di tahun 2008 The Fed juga melakukan hal yang sama. Nilai Balance Sheet juga melonjak US$ 3 triliun, tetapi terjadi dalam tempo 3 tahun hingga 2011.

Dengan agresifnya The Fed membanjiri perekonomian AS dengan duit, maka wajar jika nilai dolar AS terus melemah. Secara teori, semakin banyak uang beredar maka nilai tukarnya akan semakin melemah.

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Ketua The Fed, Jerome Powell, saat konferensi pers, sebagaimana dilansir CNBC International.

idrFoto: Dot Plot
Sumber Federal Reserve

Data dari Fed Dot Plot, yang menggambarkan proyeksi suku bunga para pembuat kebijakan (Federal Open Market Committee), menunjukkan suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2023. Peluang kenaikan tersebut juga terbilang cukup kecil karena mayoritas anggota FOMC masih melihat memproyeksikan suku bunga di level saat ini 0% - 0,25%, sebanyak 3 orang melihat suku bunga di kisaran 0,25% - 0,4%. Masing-masing 1 anggota melihat suku bunga di kiaran 0,5% - 0,75% dan 1% - 1,25%.

Dalam jangka panjang, mayoritas melihat suku bunga berada di level 2,5%.

Dengan kata lain, berdasarkan proyeksi saat ini, The Fed tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023.

Alhasil, dolar AS masih akan tertekan setidaknya 2 tahun ke depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular