
Stimulus AS Bikin Rupiah Perkasa, Tapi Jangan PHP Lagi Ya!

AS memang butuh stimulus fiskal baru, meski sudah menggelontorkan sekitar US$ 3 triliun. Sebab, stimulus berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) sudah habis, sudah kadaluarsa sejak akhir Juli 2020. Stimulus fiskal baru diharapkan kembali memuat program tersebut untuk menopang daya beli rakyat Negeri Adidaya.
Kelesuan daya beli masyarakat AS memang sudah terlihat. Pada Oktober 2020, penjualan ritel hanya tumbuh 0,3% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/Mtm). Melambat dibandingkan September 2020 yang tumbuh 1,6% sekaligus jadi yang terlemah sejak April 2020.
Konsumen di AS juga semakin kurang percaya diri memandang perekonomian. Ini terlihat dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang terus menurun. Pada November 2020, IKK AS berada di 96,1, terendah dalam tiga bulan terakhir.
Kehadiran stimulus fiskal diharapkan mampu mendongrak daya beli dan konsumsi warga AS. Jika konsumsi AS meningkat, maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh negara karena Negeri Adikuasa adalah konsumen terbesar di dunia.
Oleh karena itu, wajar harapan akan kehadiran stimulus fiskal di AS disambut gembira oleh investor di seluruh dunia. Sebab kalau AS bangkit, maka dunia akan ikut terungkit. Ada asa ekonomi dunia bakal segera keluar dari 'jurang' resesi.
Optimisme ini diterjemahkan dengan keberanian investor untuk bermain agresif, tidak ada istilah bermain aman. Aset-aset berisiko di negara berkembang kembali jadi buruan, termasuk di Indonesia. Tidak heran rupiah pun mampu menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
