Gegara Corona, Surplus Neraca Dagang Tak Berguna Buat Rupiah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 December 2020 09:20
Ilusttrasi Uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Namun bukan berarti posisi rupiah aman, karena mata uang Tanah Air sangat mungkin terpeleset ke zona merah.

Pada Selasa (15/12/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.070 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya atau stagnan.

Namun sejurus kemudian rupiah masuk jalur merah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.080 di mana rupiah melemah 0,07%.

Pelemahan rupiah tipis saja karena ekspektasi investor terhadap rilis data ekonomi hari ini. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan mengumumkan data perdagangan internasional Indonesia November 2020.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia untuk proyeksi pertumbuhan ekspor menghasilkan median 3,29% dibandingkan November 2019 (year-on-year/YoY). Sementara impor masih mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 24,14% YoY. Ini membuat neraca perdagangan diperkirakan surplus lumayan banyak yaitu US$ 2,72 miliar.

Surplus neraca perdagangan akan sangat membantu transaksi berjalan (current account). Sepanjang 2020, sepertinya defisit transaksi berjalan tidak akan sedalam perkiraan sebelumnya.

"Awalnya kami memperkirakan defisit transaksi berjalan sepanjang 2020 di -1,49% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kini proyeksi kami ada di kisaran -0,32% hingga -0,51% PDB," sebut Faisal Rachman, Ekonom Bank Mandiri, kepada CNBC Indonesia.

Transaksi berjalan adalah neraca yang menggambarkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Pasokan valas dari pos ini lebih berjangka panjang, berkesinambungan, ketimbang yang datang dari investasi portofolio di sektor keuangan alias hot money.

Oleh karena itu, transaksi berjalan seringkali dipandang sebagai fondasi penopang nilai tukar suatu mata uang. Dalam transaksi berjalan sehat terdapat nilai tukar mata uang yang kuat. Jadi rilis data perdagangan hari ini akan menjadi sentimen positif bagi mata uang Ibu Pertiwi.

Akan tetapi, nasib rupiah belum aman. Pasalnya, investor sedang cenderung memasang mode bermain aman dan enggan mengambil risiko (risk-on).

Rendahnya risk appetite pasar terlihat di bursa saham New York. Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,62% dan S&P 500 terkoreksi 0,44%.

Pelaku pasar (dan seluruh dunia) mencemaskan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang semakin merajalela. Per 14 Desember 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona di seluruh negara mencapai 71.051.805 orang. Bertambah 574.969 orang (0,82%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (1-14 Desember 2020), rata-rata pasien baru bertambah 610.159 orang setiap harinya. Lebih tinggi ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yakni 579.938 orang per hari.

AS masih menjadi negara dengan jumlah pasien positif terbanyak di dunia yaitu 15.860.675 orang per 14 Desember 2020. Menurut catatan Reuters, rata-rata pasien meninggal dunia di Negeri Paman Sam dalam tujuh hari terakhir adalah 2.462 orang per hari. Ini adalah rekor tertinggi sejak virus corona mewabah di AS. Total pasien yang tutup usia mencapai lebih dari 300.000 orang.

Tidak hanya di AS, virus corona pun 'menggila' di Eropa dan Asia. Jerman, Belanda, sampai Inggris memutuskan untuk memperketat pembatasan sosial (social distancing) mengingat ada potensi kerumunan saat perayaan Hari Natal. Sedangkan Korea Selatan memutuskan untuk melibatkan personel militer untuk ikut menegakkan protokol kesehatan.

Optimisme akan kehadiran vaksin anti-virus corona pun mulai mereda. Padahal ini adalah satu-satunya sentimen positif yang mampu mendongkrak keyakinan pelaku pasar.

"Berita soal vaksin menjadi pendorong utama penguatan pasar dalam 3-4 bulan terakhir. Pasar 100% bergantung kepada vaksin," ujar Dennis Dick, Trader di Bright Trading LLC, sebagaimana diwartakan Reuters.

Situasi ini bisa membuat investor berpikir ulang untuk masuk ke instrumen berisiko di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, rupiah wajib waspada.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular