Ambisi Wamen Tiko: Suku Bunga Perbankan di Bawah 10% di 2021

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
02 December 2020 19:55
Mandiri saat mengunjungi Detik.com, Kamis (25/4/2018)
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Foto: Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil MenteriĀ Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo menilai penurunan suku bunga kredit perbankan di bawah 10% bukanlah sesuatu yang mustahil. Penilaian itu disampaikan Tiko, sapaan akrab Kartika, dalam webinar BUMN media talk dengan topik "Dukungan Perbankan untuk Ekonomi di Masa Pandemi" yang dilaksanakan pada Rabu (2/12/2020).

Menurut Tiko, ada sisi positif dari sudut pandang stabilitas perbankan di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang. Sebab, loan to deposit ratio dan loan to funding ratio menurun signifikan. Per September 2020, LDR berada pada level 83,2%. Sedangkan LFR berada pada level 83,5% per Agustus 2020.

"Kita pernah sedikit over heating waktu itu di sekitar tahun lalu ya pernah sampai dengan 90% LDR nasional dan itu membuat waktu itu situasi market sangat ketat dan ada risiko ada bank-bank yang akan berat karena susah mengakses likuiditas," ujar Tiko.

"Nah sekarang ini dengan situasi likuditas mengendur, LDR, situasi perbankan sekarang tenang, walaupun memang tantangannya adalah menangani restrukturisasi kredit yang terdampak Covid-19," lanjutnya.

Tiko lantas mengapresiasi langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperpanjang pemberlakuan Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019.

"Ini diharapkan dalam setahun ke depan proses restrukturisasi dan penataan portofolio di Himbara (Himpunan Bank-bank Negara) ini bisa berjalan dengan baik," kata Tiko.

"Dari sisi NPL (non performing loan), memang kalau kita lihat POJK 11 ini sangat mendukung perbankan karena kita lihat NPL trennya memang masih landai di 3,22%. Namun kita mewaspadai juga kategori col 2 ada peningkatan," lanjutnya.

Tiko pun bilang kalau Himbara sangat aktif dalam melakukan restrukturisasi dengan nilai total Rp 490 triliun, Restrukturisasi paling besar memang ada di BRI dengan nilai Rp 192 triliun.

"Dan khususnya di segmen UMKM kita lakukan restrukturisasi baik dari sisi penundaan bunga maupun penundaan pokok. Nah ini memang yang membuat tekanan di sektor riil tidak terlalu besar karena kita berikan ruang melakukan restrukturisasi dan reprofiling dari pembayaran bunga dan pokoknya," ujar Tiko.

"Harapannya memang dengan nanti vaksinasi berjalan harapannya recovery dari credit growth maupun dari restrukturisasi ini bisa berjalan gradual dan bertahap sehingga tidak ada dampak jangka menengah bagi perbankan di masa yang akan datang," lanjutnya.

Hal positif lain, menurut Tiko, adalah penurunan suku bunga. Menurut dia, penurunan cost of fund dan melimpahnya likuiditas seyogianya berimbas pada penurunan suku bunga.

"Sehingga diharapkan suku bunga Indonesia bisa terus menurun di bawah 10% seperti cita-citanya. Harapannya setelah konsolidasi perbankan ini semakin baik pascacovid juga diharapkan suku bunga kredit bisa ada di kisaran di bawah 10%," kata Tiko.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dengan tegas meminta perbankan untuk segera menurunkan bunga kreditnya. Pasalnya, BI menurunkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75% di bulan November 2020.

Dengan keputusan kali ini, maka BI tercatat sudah melakukan penurunan sebanyak lima kali di tahun ini dengan total 1,25% atau 125 bps.

"Melalui forum ini, kami terus dengan tidak segan-segannya meminta meminta perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit sehingga bisa mendorong pemulihan ekonomi," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (19/11/2020).

Menurutnya, ada tiga faktor yang mempengaruhi suku bunga kredit.

Pertama, cost of fund berkaitan dengan penurunan suku bunga BI. Tahun ini Bi sudah menurunkan sebanyak 125 bps sehingga seharusnya tidak ada alasan tidak menurunkan suku bunga.

Kedua, biaya administrasi dinilai bisa menurunkan bunga kredit karena turun. Sebab, dengan adanya pandemi Covid-19 ia melihat bahwa digitalisasi banking meningkat sehingga seharusnya biaya administrasi menurun.

Ketiga, premi risiko kredit. Ia menilai, ini menjadi alasan perbankan belum menurunkan bunga kreditnya. Sebab, perbankan juga meningkatkan kebutuhan pencadangannya terhadap risiko kredit yang akan terjadi ke depan.


(miq/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos Himbara: Perbankan Siap Genjot Kredit Asalkan Ada Demand

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular