Saham Batu Bara 'Kerasukan', Belum Berhenti Terbang Tinggi

Tri Putra, CNBC Indonesia
01 December 2020 16:13
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga saham batu bara kembali melesat pada perdagangan hari ini seiring dengan indeks acuan bursa lokal yakni Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,70%.

Meskipun sempat anjlok ke zona merah akibat Gubernur DKI Jakarta yang dikabarkan positif Covid-19, IHSG mampu kembali ke zona hijau, begitu pula dengan saham batu bara.

Kenaikan saham batu bara tak lepas dari banyaknya kabar baik yang menjadi katalis bagi saham batu bara dalam beberapa hari ini.Terbaru, sentimen positif datang dari kontrak pembelian batu bara Indonesia oleh China yang mencapai Rp 20 triliun.

Hal ini menyebabkan saham batu bara melanjutkan reli panjang yang sudah terjadi selama sepekan terakhir setelah kenaikan harga komoditasnya ke level tertinggi selama 7 bulan terakhir serta kabar yang beredar di kalangan para pelaku pasar bahwa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Minerba akan diundangkan menjadi PP pada awal Desember.

Harga kontrak futures batu bara termal Newcastle masih ogah kendor. Sempat balik arah akhir pekan lalu, kemarin mepet lagi ke level US$ 70/ton. Di awal pekan ini harga kontrak futures batu bara termal Newcastle ditutup menguat 0,58% ke US$ 69,95/ton.

Harga si batu legam memang belum mencapai level tertinggi sepanjang tahun di US$ 77,15/ton pada 13 Januari lalu. Namun dengan tercapainya level US$ 70/ton, harga komoditas unggulan RI dan Australia ini sudah berada di level awal tahun.

Serta hari ini kabar baik kembali datang dari rilis data PMI Manufaktur dimana IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,6 pada November 2020. Naik hampir tiga poin dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang sebesar 47,8bahkan jauh di atas konsensus yang meramalkan PMI Indonesia hanya di kisaran 47,2. Diketahui sektor manufaktur dan energi menjadi salah satu konsumen batu bara terbesar di dalam negeri.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Kalau di atas 50, artinya dunia usaha memasuki fase ekspansi, jika di bawah 50 maka masih terkontraksi.

Tercatat seluruh emiten batu bara raksasa yang melantai di bursa efek berhasil menghijau pada perdagangan hari ini dan hanya satu yang stagnan dan satu yang terkoreksi.

Kenaikan sendiri dipimpin oleh PT Petrosea Tbk (PTRO) yang berhasil terbang 6%ke level Rp 2.120/unit. PTRO sendiri sudah membukukan penguatan selama 12 hari perdagangan berturut-turut.

Sedangkan saham batu legam lain dengan kenaikan besar yakni PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang berhasil terbang 5,34% ke level Rp12.200/unit. ITMG melanjutkan relinya setelah selama 3 hari berhasil terbang 16,45%.

Untuk saham batu bara raksasa Pelat Merah PT Bukit Asam Tbk (PTBA)juga berhasil naik 2,97% ke level harga Rp2.430/unit setelah perseroan mulai merampungkan rencana gasifikasi batu bara menjadi produk turunan.

Sedangkan perusahaan batu bara yang terkoreksi hanyalah saham batu barasejuta umat yakni PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang terpaksa anjlok,97% ke level Rp63/unit.

Terbaru,China diperkirakan akan membeli batu bara Indonesia senilai US$ 1,47 miliar atau sekitar Rp 20,6 triliun (asumsi kurs Rp 14.100 per US$) pada 2021.

Hal tersebut berdasarkan Nota Kesepahaman (MoU) antara Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) dengan China Coal Transportation and Distribution yang ditandatangani pada hari ini, Rabu (25/11/2020).

"Kami harapkan adanya peningkatan ekspor batu bara ke China sekitar 200 juta ton di tahun mendatang," ungkap APBI dalam keterangan resminya pada hari ini, Rabu (25/11/2020), dikutip dari Reuters.

Namun demikian, jumlah ekspor batu bara ke China tersebut akan dikaji ulang setiap tahunnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia kepada CNBC Indonesia. Dia mengakui ada penandatanganan MoU antara APBI dengan China Coal Transportation and Distribution hari ini.

"Iya benar ada tadi signing MoU," ungkapnya tanpa menjelaskan lebih rinci.

Indonesia yang merupakan negara pengekspor batu bara thermal (thermal coal) terbesar di dunia bahkan melakukan promosi penjualan batu bara melalui jalur diplomatik ke kawasan Asia Tenggara seperti Vietnam seiring dengan menurunnya ekspor ke China.

Berdasarkan data Refinitiv, China mengimpor batu bara dari Indonesia selama Januari hingga Oktober 2020 sebesar 86,88 juta ton, turun 24,5% dari 115,03 juta ton pada periode yang sama tahun lalu.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular