Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (30/11/2020). Pelemahan hari ini menjadi awal yang kurang bagus bagi rupiah yang belum pernah melemah dalam 9 pekan terakhir. Rinciannya, rupiah mampu menguat selama 8 pekan, dan stagnan 1 pekan.
Kasus penyakit virus corona (Covid-19) yang "meledak" lagi di Republik Indonesia (RI) memicu aksi jual di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang turut menyeret rupiah.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.060/US$ di pasar spot. Rupiah kemudian berbalik melemah hingga 0,46% ke Rp 14.135/US$.
Di penutupan perdagangan, rupiah berhasil memangkas pelemahan ke Rp 14.090/US$, melemah 0,14%.
Mayoritas mata uang utama Asia memang melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini. Hingga pukul 15:07 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,27, sementara rupiah di urutan ketiga terburuk setelah China.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Mayoritas mata uang utama Asia yang melemah hari ini menunjukkan dolar AS sedang kembali diburu pelaku pasar. Maklum saja, lonjakan kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di Negeri Paman Sam membuat pelaku pasar sedikit cemas. Alhasil, aksi jual kemungkinan terjadi di bursa saham AS (Wall Street) yang belakangan ini mencatat penguatan signifikan. Tanda-tanda tersebut sudah terlihat dari merosotnya bursa saham berjangka (futures), dengan indeks Dow Jones futures turun sekitar 300 poin sore ini.
Pagi tadi kabar baik datang dari China dimana sektor manufakturnya kembali menunjukkan peningkatan ekspansi. Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur bulan November sebesar 52,1, naik dari bulan sebelumnya 51,4.
Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi. Meningkatnya ekspansi China sebagai negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia tentunya memberikan harapan perekonomian global mampu terkerek naik, dan membuat sentimen pelaku pasar semakin membaik.
Rupiah langsung menguat di pembukaan perdagangan.
Tetapi jumlah kasus Covid-19 di Indonesia yang mencetak rekor tertinggi ternyata membuat investor asing cemas, akan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang ketat akan kembali diterapkan di wilayah yang mengalami lonjakan kasus. Alhasil aksi jual terjadi di pasar saham RI, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambrol 3%, dengan investor asing tercatat jual bersih (net sell) Rp 2,6 triliun di pasar reguler.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya, lantaran penanganan Covid-19 di Indonesia bukan semakin membaik, malah kian memburuk.
Hal tersebut dikemukakan Jokowi saat memimpin rapat terbatas dengan topik pembahasan Laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Ini semuanya memburuk semuanya," tegas Jokowi, Senin (30/11/2020).
Minggu (29/11/2020) kemarin bahkan mencatat rekor penambahan kasus harian sebanyak 6.267 orang. Jawa Tengah dan DKI Jakarta menjadi penyumbang kasus terbanyak masing-masing 2.036 kasus dan 1.431 kasus.
"Saya ingin ingatkan bahwa ada 2 provinsi yang menurut saya perlu perhatian khusus karena peningkatan dalam minggu ini, dalam 2-3 hari ini peningkatannya sangat drastis sekali yaitu Jawa Tengah dan DKI Jakarta agar dilihat betul-betul kenapa peningkatannya begitu sangat drastis, hati-hati," kata Jokowi.
Jika PSBB yang ketat kembali diterapkan, maka pemulihan ekonomi Indonesia kembali terancam melambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA