Gegara BI Pangkas Suku Bunga, Daya Tarik Rupiah Jadi Meredup

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
27 November 2020 16:57
rupiah melemah terhadap Dollar
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan sejawat menggelar RDG pada 18-19 November 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 4%.

Tetapi dalam pengumuman hasil RDG Kamis pekan lalu, BI memutuskan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%.

Sementara suku bunga Deposit Facility turun menjadi 3% dan suku bunga Lending Facility sekarang di 4,5%.

"Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan langkah pemulihan ekonom nasional," kata Perry, dalam jumpa pers usai RDG.

BI memperkirakan inflasi akan rendah di tahun ini, bahkan di bawah 2%.

"Inflasi pada akhir 2020 lebih rendah dari batas bawah sasaran. Inflasi akan kembali ke kisaran 3% plus minus 1% pada 2021," kata Perry.

BI sebelumnya menetapkan inflasi 2020 di rentang 2% hingga 4%, sehingga di bawah batas bawah artinya di bawah 2%.

Penurunan suku bunga sebenarnya berdampak negatif bagi rupiah, sebab jumlah uang yang beredar berpotensi bertambah. Selain itu, imbal hasil (yield) di Indonesia menjadi menurun, sehingga ada risiko aliran modal asing tersendat. Tetapi, dengan inflasi yang rendah, real return berinvestasi di dalam negeri masih akan relatif tinggi, sehingga kemungkinan masih akan menarik bagi investor asing.

Selain itu, roda perekonomian bisa berputar lebih kencang, sebab biaya pinjaman baik untuk korporasi hingga rumah tangga akan menurun.

Rupiah juga masih ditopang oleh transaksi berjalan (current account) yang surplus untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir.

Pada kuartal III-2020, transaksi berjalan mencatat surplus sebesar US$ 1 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Transaksi berjalan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Transaksi berjalan sudah mengalami defisit sejak kuartal IV-2011, sehingga menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia. Kala defisit membengkak, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga guna menarik hot money yang diharapkan dapat mengimbangi defisit transaksi berjalan, yang pada akhirnya dapat menopang penguatan rupiah.

Namun, kala suku bunga dinaikkan, suku bunga perbankan tentunya ikut naik, sehingga beban yang ditanggung dunia usaha hingga rumah tangga akan menjadi lebih besar. Akibatnya, investasi hingga konsumsi rumah tangga akan melemah, dan roda perekonomian menjadi melambat.

Kini dengan "hantu" CAD yang diperkirakan pergi dari Indonesia untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir, akan menjadi modal rupiah untuk menguat di sisa tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular