Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (25/11/2020) setelah bergerak fluktuatif di awal perdagangan, dan menjelang penutupan.
Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% di Rp 14.130/US$, setelahnya sempat melemah 0,14% ke Rp 14.160/US$. Rupiah kemudian bolak-balik di kisaran tersebut sebelum kembali menguat ke Rp 14.130/US$ di penutupan perdagangan.
Mata uang utama Asia bergerak bervariasi, hingga pukul 15:02 WIB, won Korea Selatan menjadi yang terbaik dengan penguatan 0,33%. Sementara baht Thailand menjadi yang terburuk dengan pelemahan tipis 0,1%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia,
Sentimen pelaku pasar yang sedang bagus-bagusnya membuat rupiah mampu menguat lagi. Saat sentimen pelaku pasar bagus, maka pelaku pasar akan mengalirkan investasinya ke negara-negara emerging market seperti Indonesia.
Bagusnya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham Amerika Serikat (AS) yang mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada perdagangan Selasa waktu setempat, indeks Dow Jones untuk pertama kalinya berada di atas level 30.000.
Menguatnya kiblat bursa saham dunia tersebut membuat pasar Asia pagi ini menghijau, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan melesat lebih dari 1% di awal perdagangan tadi, sebelum berbalik melemah akibat aksi ambil untung (profit taking).
Meski melemah, investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) Rp 268 miliar di pasar regular, dan Rp 581 miliar termasuk pasar tunai dan nego.
Tetapi sayangnya rupiah belum mampu terus menguat, melihat kinerjanya belakangan ini Mata Uang Garuda rentan diterpa profit taking yang membuatnya bolak balik ke zona merah hari ini.
Rupiah tidak pernah melemah dalam 8 pekan terakhir, rinciannya menguat 7 pekan beruntun dan stagnan pada minggu lalu. Di awal pekan ini rupiah kembali menguat meski tipis 0,14%. Selama periode tersebut, rupiah membukukan penguatan nyaris 5%.
Kabar baik datang dari AS di pekan ini. Presiden Donald Trump akhirnya membuka pintu pada transisi ke pemerintahan Presiden terpilih Joseph 'Joe' Biden. Administrasi Layanan Umum (GSA) AS akhirnya membuka sumber daya federal untuk transisi setelah pemblokiran berminggu-minggu, Senin (23/11/2020) malam waktu setempat.
Hal ini merupakan kejutan besar. Trump pun, yang masih menolak kemenangan Biden, mengakui sudah waktunya GSA "melakukan apa yang perlu dilakukan".
"Keputusan hari ini adalah langkah yang diperlukan untuk mulai mengatasi tantangan yang dihadapi bangsa kita, termasuk mengendalikan pandemi dan ekonomi kita kembali ke jalurnya," kata tim transisi presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC International, Selasa (24/11/2020).
"Keputusan akhir ini adalah tindakan administratif definitif untuk secara resmi memulai proses transisi dengan lembaga federal."
Dengan dimulainya transisi pemerintahan tersebut, ketidakpastian yang muncul akibat faktor politik akhirnya berkurang. Kini pelaku pasar menatap pemerintahan baru, hal bagus lainnya, Joe Biden dikabarkan menunjuk mantan ketua The Federal Reserve (The Fed), Janet Yellen, sebagai menteri keuangan.
Pelaku pasar percaya wanita yang kini berusia 74 tahun tersebut akan fokus membenahi perekonomian, dan tidak terlibat masalah politik. Selain itu, Yellen juga diperkirakan tidak akan membuat regulasi baru untuk perbankan, yang sebelumnya membuat pelaku pasar cemas.
Yellen merupakan ketua The Fed wanita pertama, dan juga akan menjadi menteri keuangan wanita pertama di AS.
Sentimen positif lainnya datang setelah perusahaan farmasi asal AS, Pfizier dan Moderna dalam 2 pekan terakhir melaporkan vaksin buatannya sukses menanggulangi virus corona hingga lebih dari 90%.
Akhir pekan lalu, Pfizer telah resmi mengajukan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) terhadap vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang mereka kembangkan kepada otoritas pengawas obat dan makanan AS (US FDA). Ini adalah proposal izin EUA pertama yang diajukan ke FDA.
Hasil uji coba akhir vaksin Pfizer dan BioNTech menunjukkan tingkat efektivitas mencapai 95%. Tidak ada efek samping yang signifikan selama pelaksanaan uji coba.
"Pengajuan izin ini menandakan pencapaian baru dalam usaha kami mengantarkan vaksin Covid-19 kepada dunia. Kami sudah memiliki gambaran yang lebih lengkap tentang keamanan vaksin ini," kata CEO Pfizer Albert Bourla, sebagaimana diwartakan Reuters.
FDA belum bisa berkomentar kapan EUA bisa diberikan. Namun yang jelas FDA akan mengadakan rapat pleno pada 10 Desember 2020 di mana para anggota akan membahas penggunaan vaksin. Alex Azar, Menteri Kesehatan AS, memperkirakan izin EUA akan keluar pada pertengahan Desember.
"Jika datanya solid, maka dalam hitungan minggu izin bisa keluar terhadap vaksin yang memiliki efektivitas 95%," ungkap Azar dalam wawancara dengan CBS, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Selain perusahaan di AS, perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca, juga mengumumkan vaksinnya sukses menanggulangi virus corona hingga 90% tanpa efek samping yang serius.
TIM RISET CNBC INDONESIA