Rupiah Melemah Sendirian di Asia, Tanda Apa Ini?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 November 2020 16:59
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (24/11/2020), padahal semua mata uang utama Asia menguat.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.130/US$, setelahnya rupiah langsung melemah 0,28% ke Rp 14.170/US$.

Posisi rupiah membaik, berada di level Rp 14.150/US$ hingga beberapa menit sebelum perdagangan berakhir. Saat penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.140/US$, melemah 0,07% di pasar spot.

Meski pelemahan rupiah tipis, tetapi menjadi yang terburuk Asia mengingat hingga pukul 15:03 WIB semua mata uang utama mampu menguat, termasuk yen Jepang yang merupakan aset safe haven.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Sentimen pelaku pasar sebenarnya sedang bagus pada hari ini, terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melajutkan reli. Investor asing juga melakukan aksi beli bersih Rp 126,45 miliar di pasar reguler dan nego.

Kemudian di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun turun 0,5 basis poin. Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Saat harga naik, artinya ada aksi beli, sehingga ada kemungkinan aliran modal asing masuk juga ke pasar obligasi.

Saat sentimen pelaku membaik dan aliran modal masuk ke dalam negeri, rupiah seharusnya perkasa, tetapi hari ini melemah tipis. Aksi ambil untung (profit taking) bisa jadi memicu pelemahan tersebut, sebab dalam 8 pekan terakhir rupiah tidak pernah melemah, rinciannya menguat 7 pekan beruntun dan stagnan pada pekan lalu. Kemarin, Mata Uang Garuda juga kembali menguat 0,14%.

Total selama periode tersebut rupiah sudah membukukan penguatan nyaris 5%, sehingga wajar terjadi aksi ambil untung.

Sentimen positif datang dari perkembangan vaksin virus corona yang dibuat oleh perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Pfizer. Setelah sebelumnya diklaim efektif menanggulangi virus corona hingga 95%, Pfizer telah resmi mengajukan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) terhadap vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang mereka kembangkan kepada otoritas pengawas obat dan makanan AS (US FDA). Ini adalah proposal izin EUA pertama yang diajukan ke FDA.

Hasil uji coba akhir vaksin Pfizer dan BioNTech menunjukkan tingkat efektivitas mencapai 95%. Tidak ada efek samping yang signifikan selama pelaksanaan uji coba.

"Pengajuan izin ini menandakan pencapaian baru dalam usaha kami mengantarkan vaksin Covid-19 kepada dunia. Kami sudah memiliki gambaran yang lebih lengkap tentang keamanan vaksin ini," kata CEO Pfizer Albert Bourla, sebagaimana diwartakan Reuters.

FDA belum bisa berkomentar kapan EUA bisa diberikan. Namun yang jelas FDA akan mengadakan rapat pleno pada 10 Desember 2020 di mana para anggota akan membahas penggunaan vaksin. Alex Azar, Menteri Kesehatan AS, memperkirakan izin EUA akan keluar pada pertengahan Desember.

"Jika datanya solid, maka dalam hitungan minggu izin bisa keluar terhadap vaksin yang memiliki efektivitas 95%," ungkap Azar dalam wawancara dengan CBS, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Selain itu, perusahaan farmasi asal Inggris AstraZeneca juga melaporkan vaksin buatanya efektif sekitar 90% tanpa menimbulkan efek samping yang serius.

Kabar baik lainnya datang dari AS, Presiden Donald Trump akhirnya membuka pintu pada transisi ke pemerintahan Presiden terpilih Joe Biden. Administrasi Layanan Umum (GSA) AS akhirnya membuka sumber daya federal untuk transisi setelah pemblokiran berminggu-minggu, Senin (23/11/2020) malam waktu setempat.

Hal ini merupakan kejutan besar. Trump pun, yang masih menolak kemenangan Biden, mengakui sudah waktunya GSA "melakukan apa yang perlu dilakukan".

"Keputusan hari ini adalah langkah yang diperlukan untuk mulai mengatasi tantangan yang dihadapi bangsa kita, termasuk mengendalikan pandemi dan ekonomi kita kembali ke jalurnya," kata tim transisi presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC International, Selasa (24/11/2020).

Selain itu Biden yang menunjukan mantan ketua The Federal Reserve (The Fed), Janet Yellen, sebagai menteri keuangan juga disambut baik oleh pelaku pasar.

Pelaku pasar percaya wanita yang kini berusia 74 tahun tersebut akan fokus membenahi perekonomian, dan tidak terlibat masalah politik. Selain itu, Yellen juga diperkirakan tidak akan membuat regulasi baru untuk perbankan, yang sebelumnya membuat pelaku pasar cemas.

Yellen merupakan ketua The Fed wanita pertama, dan juga akan menjadi menteri keuangan wanita pertama di AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular