
Indosterling Mau Bayar Duit Nasabah Rp 1,9 T, Uang Dari Mana?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kuasa hukum PT Indosterling Optima Investa (IOI), Hardodi menyatakan, kliennya berkomitmen mengganti kerugian dana nasabah senilai Rp 1,9 triliun dari sebanyak 1.041 nasabah. Namun, pembayaran ini akan dilakukan secara bertahap.
Hardodi menjelaskan, kliennya akan melakukan pembayaran kerugian dana nasabah pada tahap pertama pada Desember 2020 ini dari yang seharusnya dijadwalkan pada April 2021 mendatang. Adapun, sumber dana yang digunakan perseroan adalah dari pengelolaan hasil investasi Indosterling yang diyakini sudah membaik sejalan dengan ekonomi nasional yang mulai pulih.
Tak hanya itu, kondisi arus kas perusahaan (cashflow) perusahaan juga menunjukkan adanya perbaikan. Namun, dia memastikan, dalam pengembalian tersebut belum ada aset milik William Henley, pendiri Grup Indosterling yang akan dijual untuk membayar kerugian ini.
Sebab, dalam pemberitaan sebelumnya, santer diisukan ada penjualan aset properti milik pribadi William di Menteng yang akan dijual.
"Sejauh ini upaya yang kita lakukan tidak menyebutkan penjualan aset, tapi dengan adanya tanda perbaikan hari ini, kita dari IOI merasakan dampaknya. Menjual aset atau tidak, intinya sedang melakukan persiapan percepatan pembayaran Desember 2020," kata Hardodi, dalam konferensi pers di kawasan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (23/11/2020).
Namun, percepatan pembayaran tersebut baru dilakukan untuk pembayaran tahap pertama saja kepada 7 kelompok sesuai dengan skema perdamaian dalam putusan PKPU. Dalam skema putusan tersebut, ada sebanyak 7 kelompok kreditur yang pembayarannya dilakukan bertahap sampai tahun 2027.
Kelompok pertama, akan dibayarkan sebesar 5% dari nilai investasi, kelompok kedua 2,5%. Berikutnya, kelompok ketiga dan keempat sebesar 1,5%. Sedangkan kelompok empat sampai dengan tujuh akan dibayarkan sebesar 1% dari nilai investasi.
Secara terpisah, dalam surat himbauan kuasa hukum yang ditujukan kepada kreditur IOI yang diperoleh CNBC Indonesia, Hardodi menyebut, adanya laporan polisi terhadap kliennya bakal menghambat proses pemenuhan kewajiban kepada kreditur, baik yang mengikuti skema PKPU maupun tidak.
"Sebagai kuasa hukum, kami mengimbau kepada para kreditur untuk tidak menempuh jalur pidana atau atau dapat mencabut laporan pidananya demi kebaikan bersama," tulis edaran tersebut pada 19 November 2020 lalu.
Dia menyebut, kliennya dapat menyelesaikan kewajibannya jika tidak berhadapan dengan proses hukum pidana di kepolisian.
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari gagal bayar salah satu produk investasi yang dikelola IOI, yakni Indosterling High Yield Promissory Notes (HYPN). Produk investasi ini menjanjikan imbal hasil atau return investasi 9% hingga 12% setiap tahun.
Secara kronologis, menurut kuasa hukum nasabah IOI, Andreas dari Global Eternity Law Firm, PT IOI menghimpun dana sejak 2018/2019 dengan menjual produk High Yield Promissory Note (HYPN) dengan bunga mulai dr 9%-12%.
Namun, sejak April 2020 mulai gagal bayar. Para nasabah juga baru mengetahui bahwa produk HYPN tersebut tidak memiliki ijin menghimpun dana dari OJK maupun Bank Indonesia.
"Padahal di dalam perjanjiannya pada pasal 6 huruf e dikatakan, mereka memiliki segala jenis ijin yang diperlukan termasuk dari lembaga keuangan," terang Andreas, kepada CNBC Indonesia, Senin (16/11/2020).
Dengan dasar tersebut, sebanyak 58 nasabah dengan nilai kerugian mencapai Rp 95 miliar melapor ke Bareskrim dengan nomor laporan LP 0364/VII/2020/Bareskrim pada 6 Juli 2020.
Ada 3 pihak yang dilaporkan yakni PT IOI, SWH (Sean William Hanley) selaku direktur dan JBP (Juli Berliana Posman) selaku komisaris. Klien Andreas memilih menempuh jalur pidana ketimbang PKPU di Pengadilan karena, PKPU menawarkan pencairan selama 4-7 tahun ini, hal inilah yang kemudian ditolak oleh klien.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Begini Janji Indosterling Kembalikan Dana Nasabah