Investor Bingung, Rupiah Limbung! Melemah Dulu Ah...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 November 2020 09:07
Warga menukarkan sejumlah uang di mobil kas keliling dari sejumlah bank yang terparkir di Lapangan IRTI Monas, Jakarta, Senin (13/5/2019). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah terombang-ambing di antara sentimen positif dan negatif, yang membuat pelaku pasar bimbang menentukan sikap.

Pada Senin (23/11/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.140 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat tipis 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Namun tidak lama kemudian rupiah berbalik merah. Pada pukul 09:05 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.140 di mana rupiah terdepresiasi 0,07%.

Sepanjang minggu kemarin, kurs rupiah terhadap dolar AS stagnan secara point-to-point. Mengawali pekan di Rp 14.150/US$, mata uang Ibu Pertiwi mengakhirinya di posisi yang sama.

Seperti pekan lalu, kegamangan investor rasanya masih terasa. Ada sentimen positif yang menaungi pasar, tetapi ada pula sentimen negatif yang membuat investor galau.

Kabar baiknya, Pfizer telah resmi mengajukan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) terhadap vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang mereka kembangkan kepada otoritas pengawas obat dan makanan AS (US FDA). Ini adalah proposal izin EUA pertama yang diajukan ke FDA.

Hasil uji coba akhir vaksin Pfizer dan BioNTech menunjukkan tingkat efektivitas mencapai 95%. Tidak ada efek samping yang signifikan selama pelaksanaan uji coba.

"Pengajuan izin ini menandakan pencapaian baru dalam usaha kami mengantarkan vaksin Covid-19 kepada dunia. Kami sudah memiliki gambaran yang lebih lengkap tentang keamanan vaksin ini," kata CEO Pfizer Albert Bourla, sebagaimana diwartakan Reuters.

FDA belum bisa berkomentar kapan EUA bisa diberikan. Namun yang jelas FDA akan mengadakan rapat pleno pada 10 Desember 2020 di mana para anggota akan membahas penggunaan vaksin. Alex Azar, Menteri Kesehatan AS, memperkirakan izin EUA akan keluar pada pertengahan Desember.

"Jika datanya solid, maka dalam hitungan minggu izin bisa keluar terhadap vaksin yang memiliki efektivitas 95%," ungkap Azar dalam wawancara dengan CBS, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Kabar ini kemungkinan bakal membuat pasar kembali bergairah. Lagi-lagi datang harapan bahwa hidup bisa normal kembali, bebas dari belenggu dan rasa takut akibat virus corona. Miliaran penduduk dunia bisa beraktivitas dengan normal, roda ekonomi bergerak lancar, lapangan kerja tercipta, pengangguran dan kemiskinan bisa ditekan. Tak ada lagi resesi...

Akan tetapi, kabar buruknya adalah selama vaksin belum tersedia dan terdistribusikan dengan luas, maka jumlah pasien positif corona terus bertambah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 22 November 2020 mencapai 57.882.183 orang. Bertambah 604.943 orang (1,06%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (9-22 November), rata-rata pasien baru bertambah 577.668 orang setiap harinya. Melonjak dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 511.722 orang.

"Kita mungkin lelah dengan Covid-19, tetapi Covid-19 belum. Vaksin memang sangat mendesak, tetapi kita tidak bisa hanya menunggu dan menaruh seluruh harapan di sana," tegas Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Lonjakan kasus positif corona membuat pemerintah di berbagai negara memperketat pembatasan sosial (social distancing). Riset terbaru JPMorgan menyebutkan bahwa ekonomi kemungkinan bisa kembali mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) pada awal 2021.

Sebab, ada kecenderungan aktivitas masyarakat kini bukan semakin terbuka tetapi malah kian dibatasi. Misalnya di AS, musim liburan akhir tahun ini terancam sepi karena berbagai negara bagian memperketat pembatasan sosial.

"Musim liburan mulai dari Thanksgiving hingga Tahun Baru terancam oleh lonjakan kasus corona. Musim dingin kaliini akan suram," tulis riset JPMorgan.

Berdasarkan data pengguna kartu debet dan kredit JPMorgan yang berjumlah 30 juta, terjadi penurunan aktivitas transaksi. Diperkirakan belanja konsumen turun 7,4% dibandingkan 2019.

Diapit oleh sentimen positif dan negatif tersebut, pelaku pasar memilih bermain aman. Sikap itu membuat arus modal yang mengalir ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, menjadi terbatas sehingga rupiah sulit menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular