
Dua Sentimen Muncul Berimbang, Rupiah Berakhir Flat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini rupiah bergerak flat di tengah kombinasi sentimen jangka pendek negatif dan positif, antara menghadapi fakta bahwa suku bunga acuan diturunkan ke level terendah sepanjang sejarah, dengan defisit transaksi berjalan yang menghilang.
Rupiah pada perdagangan Jumat (20/11/2020) ditutup pada level Rp 14.150 per dolar Amerika Serikat (AS), atau tak berubah dibandingkan dengan posisi penutupan sepekan lalu. Penguatan hanya terjadi pada Senin dan Selasa, dan selanjutnya melemah hingga akhir pekan.
Koreksi terjadi pada Rabu, sehari jelang pengumuman BI 7-Day Reverse Repo Rate oleh Bank Indonesia (BI), yakni sebesar 0,14%. Pada Kamis, tatkala keputusan terkait suku bunga acuan diumumkan, Mata Uang Garuda pun terjerembab 0,64%.
Dalam jangka pendek, penurunan suku bunga acuan membuat rentang (spread) imbal hasil SBN RI menipis jika dibandingkan dengan negara maju, yang bisa menekan harga surat utang karena menjadi kurang atraktif. Uang beredar pun berpotensi naik sehingga bisa menekan nilai tukarnya.
Namun di tengah ekspektasi banjir stimulus di Amerika Serikat (AS), Wall Street diperkirakan kebanjiran likuiditas sehingga pelaku pasar Negeri Sam bakal membelanjakannya ke pasar emerging market, salah satunya untuk membeli SBN setempat termasuk di Indonesia.
Dalam jangka panjang, suku bunga rendah juga membantu mempercepat bergulirnya perekonomian yang pada gilirannya membuat kelas aset investasi di Indonesia kembali meningkat dan memikat secara fundamental.
Namun pada Jumat, rupiah akhirnya ditutup melemah tipis, setelah sempat tertekan hingga 0,35% di perdagangan pasar spot hari itu. Rupiah pun lolos lepas dari posisi terburuk di Asia, dan won Korea Selatan menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,26% pada jam penutupan kemarin.
Rupiah menipiskan pelemahan setelah rilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) yang mencatat surplus pada kuartal III-2020, meski tidak sebesar surplus kuartal sebelumnya. Namun yang menjadi kejutan adalah transaksi berjalan berhasil surplus setelah sembilan tahun defisit.
"NPI mencatat surplus sebesar US$ 2,1 miliar pada triwulan III 2020, melanjutkan capaian surplus sebesar US$ 9,2 miliar pada triwulan sebelumnya. Surplus NPI yang berlanjut tersebut didukung oleh surplus transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial," tulis BI.
Surplus transaksi berjalan di atas kertas membantu memperkuat nilai tukar mata uang karena menandakan bahwa Indonesia "menang" dalam perebutan kapital dunia, dari aktivitas ekonomi dan bisnis fundamental.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Penampakan di Money Changer, Saat Rupiah di Atas 14.800/US$