Tak Sekadar Menguat, Rupiah Melompat Jelang Konpers RDG BI!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
25 May 2021 09:07
Ilustrasi Uang
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar luar negeri (offshore) pada pagi ini. Rupiah yang kemarin cenderung stagnan, hari ini memiliki gairah untuk bangkit seperti yang terlihat di pembukaan.

Pada Selasa (25/5/2021), US$ 1 dibanderol Rp 14.300 di pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,35% dibandingkan posisi penutupan perdagangan kemarin penguatan pada pagi ini setara dengan sepertiga apresiasi Mata Uang Garuda sepanjang sebulan terakhir.

Pada perdagangan kemarin, mata uang Garuda ditutup di level Rp 14.350 per dolar Amerika Serikat (AS), alias stagnan atau tak berubah dari posisi penutupan akhir pekan lalu. Rupiah agak lebih beruntung dibandingkan dengan sejumlah mata uang Asia lainnya yang malah terdepresiasi.

Di Benua Kuning, mayoritas mata uang utama di kawasan kemarin juga bergerak variatif di hadapan dolar AS. Rupiah bukan satu-satunya mata yang sulit bergerak, karena masih ada ada dolar Hong Kong, rupee India, peso Filipina, dan dolar Taiwan yang melemah.

Arus modal asing yang masuk pada perdagangan kemarin membantu rupiah untuk tetap berdiri di teritori netral. Di pasar saham, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 388 miliar atau mendekati nilai net buy sepekan lalu yang sebesar Rp 460 miliar.

Di pasar obligasi negara, imbal hasil (yield) surat utang seri acuan tenor 10 tahun tercatat melemah 6,7 basis poin (bp), menjadi 6,452%. Pelemahan yield menunjukkan bahwa harga obligasi sedang menguat.

Hari ini, pelaku pasar memperhatikan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Mei 2021 yang salah satu keputusannya adalah penetapan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate, yang saat ini berada di level terendah sepanjang sejarah pada 3,5%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan masih akan dipertahankan di level 3,5%. Dari sebelas institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, seluruhnya menyatakan demikian.

BI diprediksi mulai condong memilih menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, sebagaimana amanat yang diembannya dalam UU No 3/2004, dan tidak lagi jor-joran berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan ultra-longgar. 

Dalam sebulan terakhir, rupiah memang menguat hampir 1% terhadap dolar AS, tetapi risiko pembalikan dana tengah membayang karena inflasi di Negeri Sam tersebut yang telah menyentuh angka 4,2% pada April kemarin.

Jika bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memang mulai mengerem dukungan likuiditas ke pasar yang selama ini dijalankan melalui kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing/QE), maka dana global berpeluang berbalik ke AS dan menyerbu surat berharga mereka yang membagikan imbal hasil lebih tinggi (karena terpengaruh inflasi).

Di tengah situasi demikian, maka kebijakan menahan suku bunga acuan nasional bakal menjadi pilihan ideal yang berpeluang direspon positif pasar. Mereka akan tetap nyaman memegang aset investasi berdenominasi rupiah, sehingga rupiah pun berpeluang terbantu secara psikologis.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Masih Undervalue, BI: Ruang Penguatan Masih Ada

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular