
BI Pangkas Suku Bunga, Rupiah Bukan yang Terburuk di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (19/11/2020). Euforia vaksin corona sepertinya sudah mulai memudar, dan Bank Indonesia (BI) yang mengumumkan kebijakan moneter siang tadi juga mempengaruhi pergerakan mata uang Garuda.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.050/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung masuk ke zona merah, melemah hingga 0,89% ke Rp 14.175/US$.
Posisi rupiah sedikit membaik, di penutupan perdagangan berada di level Rp 14.140/US$, melemah 0,64% di pasar spot.
Semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada perdagangan hari ini. Itu artinya tekanan bagi rupiah datang dari eksternal. Hingga pukul 15:09 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk setelah melemah 0,76%. Rupiah berada di posisi kedua.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Di awal pekan lalu, perusahaan farmasi asal AS, Pfizer, yang berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, mengumumkan vaksin buatanya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.
Di awal pekan ini, giliran perusahaan farmasi asal AS lainnya, Moderna, yang mengumumkan hal yang sama.
CEO Moderna, Stephane Bancel, kemarin mengatakan hasil sementara uji coba tahap III vaksin miliknya efektif mencegah Covid-19 hingga lebih dari 94%.
"Ini merupakan momentum perbaikan dalam perkembangan kandidat vaksin Covid-19 milik kami. Sejak awal Januari kami mengejar virus ini dengan intens untuk melindungi manusia di seluruh dunia sebisa mungkin. Analisis positif dari studi fase III memberikan validasi klinis awal bahwa vaksin bisa mencegah Covid-19," ujarnya.
Kemarin, Pfizer memberikan update, vaksin tersebut kini sudah selesai uji klinis tahap akhir. Kemarin, Pfizer mengumumkan vaksinnya, BNT162b2, efektif melawan virus corona hingga 95%.
Namun, pelaku pasar tidak bereaksi seperti pekan lalu saat masuk ke aset-aset berisiko, dan membuat rupiah perkasa.
Sementara itu dari dalam negeri, BI memberikan kejutan. Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan sejawat menggelar RDG pada 18-19 November 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 4%.
Tetapi dalam pengumuman hasil RDG siang tadi, BI memutuskan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 3,75%.
Sementara suku bunga Deposit Facility turun menjadi 3% dan suku bunga Lending Facility sekarang di 4,5%.
"Keputusan ini mempertimbangkan perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga dan langkah pemulihan ekonom nasional," kata Perry, dalam jumpa pers usai RDG.
BI memperkirakan inflasi akan rendah di tahun ini, bahkan di bawah 2%.
"Inflasi pada akhir 2020 lebih rendah dari batas bawah sasaran. Inflasi akan kembali ke kisaran 3% plus minus 1% pada 2021," kata Perry.
BI sebelumnya menetapkan inflasi 2020 di rentang 2% hingga 4%, sehingga di bawah batas bawah artinya di bawah 2%.
Penurunan suku bunga sebenarnya berdampak negatif bagi rupiah, sebab jumlah uang yang beredar berpotensi bertambah. Selain itu, imbal hasil (yield) di Indonesia menjadi menurun, sehingga ada risiko aliran modal asing tersendat. Tetapi, dengan inflasi yang rendah, real return berinvestasi di dalam negeri masih akan relatif tinggi, sehingga kemungkinan masih akan menarik bagi investor asing.
Selain itu, roda perekonomian kemungkinan akan berputar lebih kencang, sebab biaya pinjaman baik untuk korporasi hingga rumah tangga akan menurun.
Setelah pengumuman BI tersebut, posisi rupiah sedikit membaik, dari sebelumnya di level Rp 14.150/US$, kemudian mengakhiri perdagangan di level Rp 14.140/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Kurangi Ketergantungan Dolar AS