Dolar AS Terpuruk, Rupiah Bisa ke Rp 13.500/US$ Akhir Tahun?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 November 2020 16:50
dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Penguatan tajam rupiah sebenarnya terjadi dalam 2 pekan terakhir, Kemenangan Joseph 'Joe' Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), serta vaksin dari Pfizer serta Moderna.

Vaksin itu diklaim ampuh menangkal virus corona lebih dari 90% membuat sentimen pelaku pasar membaik dan mengalirkan investasinya ke negara-negara emerging market, seperti Indonesia. Rupiah pun menjadi perkasa.

Faktor-faktor yang membuat rupiah perkasa tersebut di sisi lain membuat dolar AS tertekan, bahkan diramal akan ambrol hingga tahun depan.

Citigroup memprediksi di tahun 2021, ketika vaksin virus corona didistribusikan dan perekonomian global mulai bangkit, maka dolar AS akan ambrol 20%.

"Kami percaya distribusi vaksin akan memenuhi semua tanda-tanda periode penurunan (bear market), dolar AS akan mengikuti pola sama yang terjadi pada pertengahan 2.000an, ketika memulai tren melemah yang berlangsung selama bertahun-tahun," kata ahli strategi Citigroup dalam sebuah laporan yang dikutip Bloomberg.

Citigroup mengatakan ada banyak alasan untuk optimistis dari pengembangan vaksin saat ini, dan ketika didistribusikan ke masyarakat akan menjadi awal penurunan dolar AS. Beberapa bulan ke belakang, ahli strategi Citigroup sudah mengantisipasi dolar AS akan terpukul akibat pemilihan presiden AS, vaksin, serta kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Sepanjang tahun ini hingga Senin kemarin, indeks dolar AS sudah merosot lebih dari 4% ke 92,412, berdasarkan data Refinitiv, dan berada di dekat level terendah dalam 2 tahun terakhir.

Joe Biden yang memenangi pemilihan presiden AS memberikan pukulan pertama bagi dolar AS. Pelaku pasar memperkirakan kemenangan Biden akan mengakhiri perang dagang AS-China, atau setidaknya tidak akan memburuk lagi.

Saat itu terjadi maka pelaku pasar akan semakin gencar masuk ke aset-aset berisiko, dan dolar AS yang merupakan aset safe haven menjadi semakin tak menarik.

Selain itu, stimulus fiskal yang akan digelontorkan Joe Biden kemungkinan lebih besar dari Trump. Semakin besar stimulus, maka jumlah uang yang beredar di perekonomian bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.

Belum lagi The Fed yang tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023 mendatang, dan ada kemungkinan stimulus moneter melalui program pembelian aset (quantitative easing/QE) akan ditingkatkan nilainya.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular