Akan Ada 2 "Event Besar", Rupiah Mundur Dulu ke Rp 14.050/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
18 November 2020 15:55
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (18/11/2020), setelah membukukan penguatan 2 hari beruntun.

Pelaku pasar saat ini menanti 2 "event besar", pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) Kamis besok, dan rilis data transaksi berjalan di hari Jumat. 

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,07% ke Rp 14.020/US$. Tetapi tidak lama, rupiah langsung masuk ke zona merah, melemah hingga 0,32% ke Rp 14.075/US$.

Di penutupan perdagangan, rupiah berada di level Rp 14.050/US$, melemah 0,14%.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada hari ini, rupiah meski melemah tetapi bukan menjadi yang terburuk di Asia.

Hingga pukul 15:07 WIB, baht menjadi yang terburuk dengan pelemahan 0,43%, sementara ringgit yang terbaik dengan penguatan 0,49%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Kinerja rupiah bertolak belakangan dibandingkan 2 hari terakhir yang membukukan penguatan.

Kemarin, saat pembukaan perdagangan rupiah langsung melesat 0,71% ke Rp 14.000/US$. Sayangnya level "keramat" alias psikologis tersebut menjadi yang terkuat kemarin.

Rupiah masih kesulitan menembus level "keramat" Rp 14.000/US$, apalagi dengan besok ada pengumuman RDG BI besok. Sehingga pelaku pasar akan melakukan aksi wait and see, apakah BI akan memangkas lagi suku bunganya atau tidak, yang tentunya akan berdampak pada pergerakan rupiah.

Gubernur Perry Warjiyo dan sejawat akan menggelar RDG pada 18-19 November 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih bertahan di 4%.

Dari 13 ekonom/analis yang terlibat dalam pembentukan konsensus, delapan di antaranya memperkirakan suku bunga acuan tidak akan berubah. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan adanya kejutan dari BI dengan memangkas suku bunga.

Selain itu, pada Jumat (20/11/2020) nanti akan dirilis data transaksi berjalan yang (current account) menunjukkan surplus untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir.

Transaksi berjalan merupakan satu dari dua komponen Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), dan menjadi faktor yang begitu krusial dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil.

Transaksi berjalan sudah mengalami defisit sejak kuartal IV-2011, sehingga menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia. Kala defisit membengkak, Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga guna menarik hot money di pos transaksi modal dan finansial (komponen NPI lainnya) sehingga diharapkan dapat mengimbangi defisit transaksi berjalan, yang pada akhirnya dapat menopang penguatan rupiah.

Namun, kala suku bunga dinaikkan, suku bunga perbankan tentunya ikut naik, sehingga beban yang ditanggung dunia usaha hingga rumah tangga akan menjadi lebih besar. Akibatnya, investasi hingga konsumsi rumah tangga akan melemah, dan roda perekonomian menjadi melambat.

Kini dengan "hantu" CAD yang diperkirakan pergi dari Indonesia untuk pertama kalinya dalam 9 tahun terakhir, akan menjadi modal rupiah untuk menguat.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular