
Biden Ogah Lockdown, Rupiah Jadi Nomor 1 Asia!

Dolar AS tidak hanya teraniaya di Asia, tetapi juga di level global. Pada pukul 09:12 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,17%.
Tekanan terhadap mata uang Negeri Adikuasa belum berakhir. Dalam sebulan terakhir, Dollar Index sudah terpangkas lebih dari 1%.
Investor memang sedang ogah bermain aman. Pasalnya, berbagai sentimen positif tengah menyelimuti pasar.
Pertama adalah kabar seputar vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Presiden AS Donald Trump mengungkapkan bahwa perizinan untuk menggunakan vaksin atas nama kondisi darurat bisa diterbitkan secepatnya. Bahkan presiden yang posisinya akan digantikan oleh Joseph 'Joe' Biden ini menegaskan bahwa vaksin aka tersedia bagi seluruh penduduk Negeri Paman Sam pada April 2021.
Kedua, masih dari AS, kemungkinan besar Biden tidak akan melakukan kebijakan karantina wilayah (lockdown) berskala nasional kala dirinya mulai menjabat pada Januari tahun depan. Hal tersebut diungkapkan oleh Vivek Murthy, Pimpinan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 dari tim kampanye Biden.
"Kami tidak dalam posisi menutup aktivitas di seluruh negeri. Saat ini yang paling penting adalah pembatasan di daerah-daerah spesifik tergantung seberapa parah tingkat infeksi," kata Murthy dalam wawancara dengan ABC, seperti dikutip dari Reuters.
Tanpa lockdown, setidaknya tidak dalam skala nasional, ekonomi Negeri Adidaya punya ruang untuk tumbuh. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta dalam laman GDPNow membuat perkiraan bahwa ekonomi AS pada kuartal IV-2020 bisa tumbuh 3,5% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized).
"Harapan akan kehadiran vaksin melahirkan pandangan bahwa pemulihan ekonomiakan berlanjut," ujar Michael Arone, Chief Investment Strategist di State Street Global Advisors, seperti dikutip dari Reuters.
Ketiga, kali ini dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Oktober 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor mengalami kontraksi atau tumbuh negatif 4,5% pada Oktober 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Sementara impor diperkirakan ambles lebih dalam dengan kontraksi 18,86% YoY. Ini membuat neraca perdagangan surplus US$ 2, 2 miliar.
Artinya, pasokan devisa dari ekspor-impor sepertinya aman terkendali. Ditambah dengan arus modal asing yang terus masuk ke pasar keuangan domestik, pasokan valas akan lebih 'gemuk' lagi. Ini bisa menjadi modal bagi rupiah untuk terus perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
