
Terungkap! Ini Alasan Bank Mega Lampaui Kinerja Industri Bank

Jakarta, CNBC Indonesia- Sinyal pemulihan ekonomi mulai terlihat pada kuartal III-2020 dengan berbagai tren perbaikan. Pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,05% dibandingkan kuartal sebelumnya, meski secara tahunan masih minus -3,49%.
Di tengah tren pemulihan tersebut, perbankan Indonesia masih berkutat dengan restrukturisasi yang menekan laba. Namun, ada beberapa bank tercatat masih membukukan kinerja positif dan melampaui industri.
Salah satunya adalah PT Bank Mega Tbk (MEGA) yang mencetak pertumbuhan laba sebelum pajak (profit before tax/PBT) sebesar 27,7% menjadi Rp 2,2 triliun, alias bertambah Rp 479 miliar secara YoY. Perolehan PBT menunjukkan keunggulan laba dari aspek operasional, karena tak memasukkan faktor pajak.
Menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia, capaian tersebut mengungguli bank-bank umum nasional yang secara rata-rata anjlok 27,6% dan juga menjadi yang terbaik di antara bank umum konvensional Buku III atay bermodal inti Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun non-BPD yang hanya tumbuh 2,4%.
Kuatnya profitabilitas Bank Mega dikontribusikan dari peningkatan pendapatan bunga bersih (net interest income/NII), di tengah tantangan pandemi. Hingga September, pendapatan bunga bersih perseroan tumbuh 8,3% secara tahunan menjadi Rp 2,97 triliun. NII merupakan indikator kemampuan sebuah bank memutar dana nasabah yang dikelolanya menjadi kucuran kredit yang aman dan juga menguntungkan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat per September mencatat rata-rata laba sebelum pajak (profit before tax/PBT) perbankan nasional ambles hingga minus 27,6%. Dengan capaian yang diperoleh Bank Mega, artinya melampaui rata-rata industri.
Selain itu, pertumbuhan kredit masih lemah, yakni tumbuh 0,12% secara tahunan dan secara bulanan terhitung masih tumbuh 0,16%. Kredit modal kerja tercatat tumbuh 0,08% secara bulanan, dan 2,8% secara tahun berjalan, meski secara tahunan masih terhitung melemah 2,4%.
Di tengah situasi pandemi ini, perbankan juga menanggung beban berat kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross, yang mencerminkan besarnya efek tekanan perekonomian terhadap kinerja debitur perbankan-tercatat membengkak. OJK mencatata NPL gross dari posisi 2,66% pada September tahun lalu menjadi 3,15% per September 2020.
Mengingat batas aman NPL gross adalah 5% sesuai ketentuan OJK dan Bank Indonesia (BI), bisa diartikan bahwa tekanan ekonomi yang masih menekan industri, dan khususnya para debitur perbankan, masih berada di level yang masih bisa ditolerir.
Bank Mega juga mampu menjalankan aktvitas usaha secara efisien yang terlihat dari biaya operasional Bank Mega yang turun 8,9% menjadi Rp 2,38 triliun. Adapun cost of fund, turun dari 5,91% pada September 2019 menjadi 5,11% pada September 2020.
"Strategi dalam meningkatkan laba adalah dengan meningkatkan pendapatan, baik pendapatan bunga maupun fee based income. Selain itu, juga harus menurunkan biaya, yakni biaya bunga atau cost of fund dan biaya operasional," ujar Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib belum lama ini.
Berikutnya penyaluran kredit Bank Mega menembus Rp 50,5 triliun pada akhir Kuartal III-2020, atau tumbuh 4,7% dibandingkan setahun sebelumnya. Pertumbuhan ini jauh melampaui industri perbankan yang tercatat hanya 0,12%.
Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) bertambah Rp 10,3 triliun atau 15,6% menjadi Rp 76,3 triliun. Pertumbuhan ini juga melampuai rata-rata perbankan nasional yang tercatat 12,88%. Adapun total aset Bank Mega akhir September 2020 tercatat Rp 103,8 triliun, naik 18,2% dibandingkan setahun sebelumnya.
Baca Riset CNBCÂ Indonesia tentang Ini Kunci Pendongkrak Kinerja Bank Mega di Kala Pandemi
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kalahkan Industri, Laba Bank Mega Kuartal III Melesat 27,7%