
Bukan Sombong! Usai Pilpres AS Rupiah Paling Diburu Investor

Aliran investasi memang deras mengalir ke dalam negeri. Data Bank Indonesia menunjukkan pada periode 2-5 November 2020, transaksi nonresiden di pasar keuangan domestik membukukan beli neto Rp3,81 triliun. Rinciannya, beli neto di pasar SBN sebesar Rp3,87 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 60 miliar.
Sementara data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan sepanjang pekan lalu, investor asing melakukan aksi beli (net buy) sebesar Rp 1,2 triliun. Sepanjang pekan ini bahkan lebih besar lagi, sekitar Rp 4,6 triliun masuk ke pasar saham dalam negeri.
Sementara dari pasar obligasi, lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara pada Selasa (10/11/2020) lalu kelebihan permintaan (oversubscribe) 2 kali lipat dengan total penawaran yang masuk sebesar Rp 22,6 triliun, lebih tinggi dari penawaran yang masuk dalam lelang 2 pekan sebelumnya Rp 20,9 triliun.
Target indikatif yang ditetapkan sebesar Rp 10 triliun, dan dimenangkan dengan nilai yang sama.
Besarnya aliran modal ke negera-negara emerging market tidak lepas dari imbal hasil (yield) yang relatif lebih tinggi ketimbang negara-negara maju.
Di Indonesia, yield SBN tenor 10 tahun berada di kisaran 6,3%, tentunya sangat jauh dengan obligasi AS (Treasury) tenor yang sama yang hanya 0,87%. Belum lagi jika memperhitungkan inflasi, yield tersebut bisa lebih rendah lagi.
Yiled obligasi Brasil tenor 10 tahun lebih tinggi dari Indonesia, yakni 7,6%, sementara Rusia lebih rendah di kisaran 5,8%, begitu juga Meksiko 5,7%. Sehingga wajar jika negara-negara tersebut juga menikmati capital inflow yang membuat mata uangnya menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]