CPO Tembus Level Tertinggi 8 Tahun, Saatnya Beli Saham Sawit?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 November 2020 08:10
Kelapa sawit
Foto: Kelapa sawit (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) terjadi sejak bulan Maret lalu. Reli yang terus terjadi membuat harga CPO kini berada di rentang tertingginya dalam kurun waktu 8 tahun. Hal ini membuat sektor perkebunan sawit nasional mendapatkan rating overweight (kenaikan melebihi sektor lain) dari para analis. 

Harga kontrak futures CPO pengiriman Januari di Bursa Malaysia Derivatif Exchange sudah menyentuh level RM 3.300/ton sampai bulan November ini. Sementara untuk harga CPO FOB Indonesia di Kalimantan sampai dengan September sudah tembus ke atas Rp 9.000/Kg. 

Dalam siaran pers Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Kamis (12/11/2020), nilai ekspor produk sawit selama Januari-September 2020 mencapai US$ 15,49 miliar, naik 7,19% dari US$ 14,46 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Ekspor CPO hingga September mencapai 5,35 juta ton atau sekitar 15,5% dari produksi CPO. Pada Juli, ekspor CPO sebesar 656.000 ton, lalu pada Agustus turun menjadi 510.000 ton, dan pada September naik tipis menjadi 518.000 ton.

Jumlah ekspor tertinggi selama periode sembilan bulan tahun ini terjadi pada Januari 2020 yang mencapai 699.000 ton dan terendah pada Agustus 2020. Peningkatan ekspor ditopang oleh kenaikan permintaan dari China, India dan negara lain seperti Rusia dan Brazil.

Adapun produksi CPO Indonesia selama Januari-September 2020 mencapai 34,4 juta ton, atau turun sekitar 4,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan produksi sawit Indonesia diakibatkan oleh kekeringan panjang yang terjadi tahun lalu. 

Harga CPO yang rendah juga membuat penggunaan pupuk menjadi lebih rendah dan berakibat pada penurunan produksi. Kenaikan harga CPO yang signifikan mulai bulan Oktober dipicu oleh adanya sentimen La Nina. 

La Nina pada dasarnya merupakan suatu fenomena alam yang dicirikan dengan intensitas hujan lebih tinggi. Bahkan bisa 40% lebih tinggi dari normal. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah mewanti-wanti bahwa mulai Oktober sampai akhir tahun hujan lebat akan melanda seluruh wilayah Tanah Air. 

Jika berkaca pada peristiwa La Nina yang pernah terjadi pada 2011-2012 dan 2016, maka dampaknya ke harga CPO cenderung positif. Kenaikan harga CPO ini dipandang menjadi sentimen positif untuk emiten sawit Tanah Air. 

LANJUT>>Harga Saham Sawit Gimana?

Akibat ada prospek La Nina, produksi yang rendah hingga kenaikan permintaan India jelang festiwal Diwali membuat harga CPO sudah pulih dari koreksinya yang dalam akibat merebaknya pandemi Covid-19. 

Harga CPO bahkan sudah mencatatkan kenaikan lebih dari 9% secara year to date (ytd). Kenaikan harga CPO ini juga dibarengi dengan apresiasi harga saham-saham emiten sawit nasional. 

Namun karena koreksi harga saham-saham emiten sawit tergolong dalam pada Maret-April lalu, kenaikan ini masih membuat harga saham sejumlah emiten masih terkoreksi secara ytd. 

Harga saham yang masih terkoreksi dibarengi dengan kenaikan harga CPO yang tinggi ini membuat prospek beberapa emiten sawit berpotensi cuan besar.

Jika mengacu pada data konsensus target harga emiten sawit RI yang dihimpun Refinitiv, ada lima emiten sawit Indonesia yang berpotensi memberikan cuan antara 7% - 70%. 

Saham-saham yang berpotensi cuan karena dinilai kemurahan secara valuasinya tersebut antara lain saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Eagle High Plantation Tbk (BWPT), PT London Sumatra Indonesia Plantation Tbk (LSIP), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Sawit Sumbernas Sarana Tbk (SSMS). 

Di antara kelima emiten tersebut yang sudah mempublikasikan laporan keuangan sampai kuartal ketiga dan mencatatkan kinerja yang solid adalah AALI dan SSMS. Hingga September 2020 AALI mencatatkan penurunan volume penjualan CPO dan produk turunan sebesar 12,5%. 

Namun pendapatan bersihnya naik 7,6% menjadi Rp 13,3 triliun akibat kenaikan harga jual rata-rata (ASP) produknya. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilih saham pada September tercatat mencapai Rp 583 miliar atau meningkat dengan sangat signifikan sebesar 424% dibanding periode yang sama tahun 2019.

Jawara kedua yang membukukan kinerja keuangan yang solid dilihat dari top line dan bottom line-nya adalah SSMS. Pendapatan SSMS sepanjang kuartal pertama hingga ketiga tahun ini naik 13% dibanding tahun lalu. Laba bersihnya bahkan meroket sampai lebih dari 2.400%.

Sama seperti AALI, volume penjualan SSMS anjlok 19,8% untuk periode Januari-September 2020 dibanding tahun lalu. Sementara kenaikan harga jual rata-rata (ASP) membuat pendapatannya dari penjualan CPO, minyak inti sawit dan tandan buah segar mengalami kenaikan dobel digit. 

So, tertarik beli?

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article La Nina Bakal Ganggu Produksi, Harga CPO Kok Tak Gerak?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular