
BI Restui Rupiah Terus Menguat, Apa Untungnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menunjukkan kinerja impresif melawan dolar Amerika Serikat (AS) sejak pekan lalu, merespon hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) serta vaksin virus corona dari Pfizer.
Perusahaan farmasi asal AS tersebut berkolaborasi dengan BioNTech asal Jerman, dan mengumumkan vaksin buatannya efektif menangkal penyakit akibat virus corona (Covid-19) hingga lebih dari 90% tanpa efek samping yang berbahaya.
Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla mengatakan perkembangan terakhir tersebut menjadi hari yang indah bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Efikasi final dari vaksin tersebut dikatakan aman.
"Hasil pertama dari uji klinis fase tiga uji vaksin mengindikasikan kemampuan vaksin kami untuk mencegah Covid-19," ujar Bourla dalam pernyataannya, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (9/11/2020).
Kabar tersebut memunculkan harapan hidup akan segera kembali normal, roda bisnis perlahan kembali berputar, dan perekonomian segera bangkit. Sentimen pelaku pasar jadi membaik, dan menopang penguatan rupiah.
Sebelum melemah 0,21% ke Rp 14.070/US$ pada hari ini, rupiah sudah membukukan penguatan 6 hari beruntun dengan total 4%, dan berada di level terkuat dalam 5 bulan terakhir.
Kabar vaksin Pfizer tersebut membuat rupiah menjadi punya modal tambahan untuk terus melaju kencang setelah sebelumnya ditopang hasil pemilihan presiden AS yang menunjukkan kemenangan Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat, melawan petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Kemenangan Biden dianggap menguntungkan negara-negara emerging market seperti Indonesia, sebab perang dagang AS-China kemungkinan akan berakhir atau setidaknya tidak memburuk. Selain itu, stimulus fiskal juga akan lebih besar ketimbang yang akan digelontorkan Trump dan Partai Republik.
Negara-negara emerging market seperti Indonesia juga berpotensi kecipratan aliran modal yang membuat rupiah perkasa.
Terbukti, Data Bank Indonesia menunjukkan pada periode 2-5 November 2020, transaksi nonresiden di pasar keuangan domestik membukukan beli neto Rp3,81 triliun. Rinciannya, beli neto di pasar SBN sebesar Rp3,87 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 0,06 triliun.
Sementara data dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan sepanjang pekan lalu, investor asing melakukan aksi beli (net buy) sebesar Rp 1,2 triliun. Aksi beli masih berlangsung di pekan ini, sebesar Rp 189 miliar di hari Senin, Rp 1,73 triliun kemarin, dan Rp 1,4 triliun hari ini.
Sementara dari pasar obligasi, lelang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara pada Selasa (10/11/2020) lalu kelebihan permintaan (oversubscribed) 2 kali lipat dengan total penawaran yang masuk sebesar Rp 22,6 triliun, lebih tinggi dari penawaran yang masuk dalam lelang 2 pekan sebelumnya Rp 20,9 triliun.
Target indikatif yang ditetapkan sebesar Rp 10 triliun, dan dimenangkan dengan nilai yang sama.
Aliran modal yang masuk ke dalam negeri tersebut membuat rupiah menjadi perkasa. Bank Indonesia (BI) juga "merestui" rupiah untuk terus menguat.
"Bank Indonesia melihat ruang bagi Rupiah untuk terus menguat masih lebar, karena Rupiah secara real masih undervalued atau masih terlalu murah dari perspektif neraca transaksi berjalan, selisih inflasi, serta selisih suku bunga Rupiah dan Valuta Asing," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Moneter Bank Indonesia Nanang Hendarsah.
"BI akan memberikan ruang bagi rupiah untuk berlanjut menguat sesuai nilai fundamental nya," tegasnya.
Lebih lanjut, Nanang menjelaskan secara keseluruhan neraca transaksi berjalan (current account) diperkirakan akan beralih menjadi surplus di kuartal III-2020 ini, setelah sempat defisit US$ 2,9 miliar di kuartal II-2020.
Kemudian memperhitungkan inflasi di September 2020 yang hanya 0,07% atau 1,44% year to date, dan dengan perkiraan akan berada di batas bawah target inflasi 2020, maka secara perhitungan real, nilai tukar rupiah saat ini masih "sangat undervalued".