BI Restui Rupiah Terus Menguat, Apa Untungnya?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 November 2020 17:11
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Meski sedang menunjukkan kinerja impresif belakangan ini, tetapi sepanjang tahun atau secara year-to-date (YtD), rupiah masih sebenarnya masih membukukan pelemahan 1,4%

Rupiah pada 24 Januari lalu sempat membukukan penguatan lebih dari 2% YtD ke Rp 13.565/US$, dan digadang-gadang akan menjadi salah satu mata uang terbaik di tahun ini.

Sayangnya, semua buyar setelah virus corona menyerang. Nilai tukar rupiah langsung babak belur, sempat jeblok nyaris 20% YtD ke Rp 16.620/US$ pada 23 Maret lalu, menjadi level terlemah sejak krisis moneter 1998. Perekonomian Indonesia juga dibuat terpuruk. 

Di kuartal III-2020, produk domestik bruto (PDB) Indonesia mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 3,49% year-on-year (YoY), sementara di tiga bulan sebelumnya minus 5,32% YoY. Sehingga Indonesia sah mengalami resesi untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir.

Guna memerangi pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) dan memulihkan kembali perekonomian pemerintah menggelontorkan anggaran nyaris Rp 1.000 triliun, dengan salah satu sumber pembiayaannya melalui utang.

Alhasil, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Agustus 2020 tercatat US$ 413,4 miliar naik 5,7% dibandingkan posisi periode yang sama tahun sebelumnya (YoY).

Mengutip keterangan tertulis Bank Indonesia (BI), Kamis (15/10/2020), ULN terdiri dari pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 203 miliar dolar plus swasta (termasuk BUMN) sebesar US$ 210,4 miliar. Pertumbuhan ULN pada Agustus lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar 4,2% YoY.

Nilai tukar rupiah yang terus menguat tentunya bisa mengurangi biaya pembayaran utang baik itu utang pemerintah maupun swasta.

Selain itu, penguatan rupiah juga bisa menurunkan biaya impor migas pemerintah, sehingga beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi berkurang.

Impor migas merupakan salah satu pengeluaran terbesar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) sepanjang Januari-September 2019 impor migas Indonesia mencapai US$ 10,6 miliar, yang berkontribusi 10,23% dari total impor.

Selain biaya impor migas yang menurun jika rupiah menguat, importir di Tanah Air tentunya juga akan diuntungkan. Apalagi di saat perekonomian dalam negeri sedang mengalami resesi, biaya impor barang modal yang lebih murah untuk sektor manufaktur tentunya dapat lebih menggairahkan roda bisnis.

Meski demikian, penguatan rupiah juga memberikan dampak kurang bagus bagi eksportir dalam negeri. Produk-produk yang dihasilkan menjadi kurang kompetitif, yang biasa berdampak pada penurunan permintaan.

Sehingga, meski saat ini rupiah masih dibiarkan untuk terus menguat, pada titik tertentu BI pasti akan bertindak agar rupiah tidak menguat kebablasan.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular