
IHSG Gembira Trump Bakal Kalah dari Biden, Melesat 1% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat tajam di awal perdagangan Kamis (5/10/2020), membalikkan penurunan tajam 1,05% Rabu kemarin. Sengtimen pelaku pasar global yang sedang bagus mampu mendongkrak kinerja bursa kebanggaan Tanah Air.
Melansir data Refinitiv, IHSG membuka perdagangan di level 5.161,39, melesat 1,1%. Penguatan IHSG terus terakselerasi hingga menyentuh level tertinggi intraday 5.186,979, melesat 1,6%.
Sentimen positif datang dari Wall Street yang kembali mencetak penguatan pada perdagangan Rabu waktu setempat, padahal hasil pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) masih belum jelas siapa pemenangnya. Dengan kinerja tersebut, Wall Street sukses mencatat penguatan 3 hari beruntun.
Indeks Dow Jones dalam 3 hari terakhir total menguat 5,08%, S&P 500 melesat 5,31%, dan Nasdaq memimpin sebesar 6,22%.
Perhitungan suara pilpres di AS masih berlangsung. Berdasarkan data dari NBC News, hingga pagi ini, Joseph 'Joe' Biden dari Partai Demokrat memperoleh 253 electoral vote, artinya masih butuh 17 electoral vote lagi untuk memenangi pilpres. Sementara itu petahana dari Partai Republik Donald Trump sampai saat ini memenangi 214 electoral vote. Untuk memenangi pilpres diperlukan 270 electoral vote.
Data dari NBC News juga menunjukkan Biden untuk sementara unggul di Arizona yang memiliki 11 electoral vote, serta di Nevada dengan 6 electoral vote. Artinya jika kedua negara bagian tersebut berhasil dimenangi, maka Biden akan sukses melengserkan Trump.
Kemenangan Joe Biden akan berdampak positif bagi negara-negara emerging market, sebab perang dagang AS-dengan China kemungkinan akan berakhir.
Selain itu Biden juga berencana menaikkan pajak korporasi serta stimulus fiskal yang lebih besar, sehingga ada potensi capital inflow ke negara emerging market seperti Indonesia.
Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 pukul 11:00 WIB yang akan menunjukkan resesi Indonesia untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir.
Resesi sudah pasti, seberapa dalam kontraksi ekonomi yang masih menjadi misteri. Kementerian Keuangan Indonesia memproyeksikan minus 2,9% year-on-year (YoY) hingga minus 1% YoY. Sementara Presiden Joko Widodo mengatakan kemungkinan minus sekitar 3%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan produk domestic bruto (PDB) tersebut minus 3,13% YoY pada periode Juli-September 2020.
Kemudian secara kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), PDB diperkirakan tumbuh positif pada kuartal III-2020. Bahkan cukup tinggi yaitu mencapai 5,6%.
Pelaku pasar sudah memaklumi terjadinya resesi, sebab banyak negara mengalaminya. Pandemi penyakit virus corona (Covid-19) memaksa pemerintah untuk melakukan pembatasan aktivitas warganya hingga karantina (lockdown) guna meredam penyebarannya, Sektor ekonomi dikorbankan demi kesehatan, tetapi seiring berjalannya waktu ekonomi dan kesehatan mulai berjalan beriringan.
Melihat prediksi pemerintah, dan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, kontraksi PDB sekitar 3% bisa dijadikan acuan, jika jauh lebih buruk dari itu, pasar bisa merespon negatif. Artinya pemulihan ekonomi berjalan lebih lambat dari perkiraan, dan peluang untuk bangkit di penghujung tahun ini menjadi terhambat.
Sebaliknya, jika jauh lebih baik dari minus 3%, pasar berpotensi merespon positif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Joss! IHSG Lawan Gravitasi, Dekati Lagi Level 6.000