Tarik Sis, Semongko! Rupiah Jaya, Dolar di Bawah Rp 14.600

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Mata uang Negeri Paman Sam agak mengendur setelah ngegas selama lebih dari sepekan terakhir.
Pada Selasa (3/11/2020), US$ 1 dibanderol Rp 14.580 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,31% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kemarin, rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan pelemahan tipis 0,03% di hadapan dolar AS. Sepertinya mata uang Ibu Pertiwi mulai bisa menemukan ritme permainan setelah libur panjang pekan lalu.
Kebetulan dolar AS juga mulai kehilangan pamor. Pada pukul 07:27 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,01%.
Maklum, dolar AS sudah melaju lumayan kencang. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index menguat sampai 1,28%. Akan datang saatnya investor merasa keuntungan yang didapat sudah cukup dan mulai melakukan pencairan cuan.
Investor pun sedang memasang mode wait and see karena malam ini waktu Indonesia AS akan menggelar pemilihan presiden (pilpres) yang akan menentukan siapa pemimpin Negeri Adidaya selama empat tahun ke depan. Lebih baik lihat-lihat situasi dan kondisi dulu baru mengambil langkah selanjutnya.
"Kami sudah mengurangi posisi dalam jumlah lumayan banyak. Agak sembrono kalau mengambil posisi hanya berdasarkan satu skenario hasil pilpres. Kami mencoba menyesuaikan diri,"kata Stuart Oakley, Global Head of FX Flow Nomura yang berbasis di London, seperti dikutip dari Reuters.
Benar kata Oakley. Pelaku pasar memang memperkirakan sang penantang Joseph 'Joe' Biden (Partai Demokrat) akan memenangi pilpres dan menggantikan Donald Trump (Partai Republik) sebagai penghuni Gedung Putih. Persepsi ini datang dari jajak pendapat sejumlah pihak yang memang mengunggulkan Biden.
Namun perlu dicatat bahwa pilpres AS tidak menggunakan sistem suara rakyat, one person one vote, melainkan kolegial. Setiap negara bagian punya bobot suara masing-masing, sehingga mendapat suara terbanyak tidak menjamin bisa menjadi orang nomor satu di Negeri Adikuasa.
Ini terjadi pada pilpres 2016. Hillary Clinton (Partai Demokrat) sebenarnya memperoleh suara lebih banyak ketimbang Trump, tetapi sistem electoral college membuat istri mantan presiden William 'Bill' Clinton itu gagal jadi presiden.
Oleh karena itu, wajar pelaku pasar seperti Oakley memilih menahan diri. Sebab ketidakpastian masih tinggi, Biden yang unggul di berbagai polling belum tentu mulus menyapu kemenangan.
Perkembangan ini membuat dolar AS mulai ditinggalkan investor. Aksi jual yang melanda dolar AS membuat peluang penguatan mata uang lain menjadi terbuka, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini
