Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (27/10/2020), melanjutkan kinerja positif awal pekan kemarin.
Mengingat besok hingga Jumat pasar dalam negeri libur, artinya rupiah sukses melanjutkan penguatan menjadi 5 pekan beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.630/US$, tetapi tidak lama langsung melemah ke 0,21% ke Rp 14.660/US$.
Rupiah mampu memangkas pelemahan dan berada di level Rp 14.640/US$ nyaris sepanjang perdagangan.
Di penutupan, rupiah berhasil berbalik menguat 0,07% ke Rp 14.620/US$.
Hingga pekan lalu, rupiah diam-diam sudah membukukan penguatan 4 pekan beruntun.
Reli yang cukup panjang tetapi tidak begitu terlihat sebab penguatan rupiah tipis-tipis saja. Total, selama 4 pekan tersebut rupiah membukukan penguatan 1,31%, dengan penguatan terbesar terjadi di pekan yang berakhir 9 Oktober, sebesar 1,05%.
Dengan penguatan di pekan ini, total dalam 5 pekan rupiah menguat 1,52%. Memang penguatannya tidak besar jika melihat reli yang cukup panjang, tapi menunjukkan stabilitas rupiah yang bagus.
Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar Amerika Serikat pada hari ini, hingga pukul 15:27 WIB, won Korea Selatan memimpin penguatan sebesar 0,45%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Tantangan untuk melanjutkan reli mengingat sentimen pelaku pasar hari ini sedang memburuk akibat peningkatan jumlah kasus pandemi penyakit virus corona (Covid-19) di AS dan Eropa.
Saat sentimen pelaku pasar memburuk, aset berisiko dengan imbal hasil tinggi seperti rupiah akan cenderung dihindari. Hal ini membuat rupiah tertahan di zona merah nyaris sepanjang perdagangan.
Memburuknya sentimen pelaku pasar tercermin dari bursa saham AS (Wall Street) yang terjun bebas kemarin, indeks Dow Jones ambrol lebih dari 2%, mencatat hari terburuk sejak awal September.
Bursa saham Asia juga mayoritas merah pada hari ini.
Selain itu, ketika pasar dalam negeri libur nanti, AS akan merilis data produk domestik bruto (PDB) AS yang diprediksi tumbuh hingga 31,9%, Artinya Negeri Paman Sam akan lepas dari resesi setelah 2 kuartal sebelumnya PDB berkontraksi 31,4% dan 5%.
Kemudian pekan depan akan ada pemilihan presiden (pilpres) AS pada 3 November waktu setempat, yang tentunya memberikan ketidakpastian di pasar. Kemudian masalah stimulus fiskal di AS yang sepertinya tidak akan cair sebelum pilpres selesai. Serta data PDB Indonesia kuartal III-2020 yang akan dirilis pekan depan, dan menunjukkan seberapa dalam resesi yang terjadi.
Faktor-faktor tersebut membuat pelaku pasar sepertinya akan menahan diri atau wait and see, sehingga kurang menguntungkan bagi rupiah.
Meski sentimen sedang memburuk namun mata uang Asia masih mampu menguat berkat won Korea Selatan yang melesat ke level terkuat 19 bulan setelah perekonomiannya menunjukkan pemulihan.
Bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK) hari ini melaporkan produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2020 berkontraksi (tumbuh negatif) 1,3% year-on-year (YoY) setelah mengalami kontraksi 2,7% (YoY) pada periode 3 bulan sebelumnya. Itu artinya, Korea Selatan mengalami sah mengalami resesi.
Secara umum, suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB mengalami kontraksi 2 kuartal beruntun secara tahunan (YoY). Sementara jika kontraksi terjadi secata kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ), maka dikatakan mengalami resesi teknikal.
Nah, negara dengan nilai ekonomi terbesar ke-4 di Asia ini justru sudah lepas dari resesi teknikal. BoK melaporkan PDB tumbuh 1,9% QoQ. Pertumbuhan tersebut lebih baik dari proyeksi Reuters sebesar 1,7%. Sementara dikuartal II-2020 lalu terkontraksi 3,2% QoQ terdalam sejak 2008, dan di 3 bulan pertama tahun ini minus 1,3% QoQ.
Korea Selatan menjadi salah satu negara yang sukses meredam penyebaran penyakit virus corona (Covid-19). Meski sempat mengalami lonjakan pada bulan Agustus lalu, tetapi sekali lagi berhasil diredam.
Melansir data Worldometer, per 26 Oktober jumlah kasus aktif Covid-19 di Korsel hanya 1.593 kasus.
Keberhasilan meredam penyebaran virus corona juga diikuti dengan kemampuan memulihkan perekonomian dengan cepat melalui stimulus moneter dan fiskal. BoK memangkas suku bunga acuannya hingga 0,5%, sementara Pemerintah Seoul menggelontorkan stimulus fiskal senilai US$ 274,83 miliar.
Alex Holmes, ekonom di Capital Economics, memprediksi perekonomian Korsel sepanjang tahun ini akan mengalami kontraksi 1%, tetapi akan menjadi salah satu yang terbaik dunia di tahun ini.
"Meski ini (kontraksi ekonomi 1%) menjadi yang terburuk sejak 1998, tetapi itu tetap membuat Korea Selatan menjadi salah satu negara dengan perekonomian terbaik di dunia tahun ini," kata Holmes, sebagaimana dilansir ABS CBN News, Selasa (27/10/2020).
Kebangkitan ekonomi Korea Selatan tersebut memicu optimism perekonomian Indonesia juga bisa segera bangkit. Indonesia sudah pasti mengalami yang pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir, tetapi seberapa besar kontraksi ekonomi yang menjadi misteri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi kuartal III-2020 akan berada di kisaran minus 1% hingga 2,9%.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2020 akan dirilis pada 5 November mendatang, setelah mengalami kontraksi 5,32% di kuartal II-2020.
Melihat prediksi kontraksi ekonomi yang lebih landai ketimbang kuartal II, artinya perekonomian sudah membaik, dan diharapkan akan terus pulih di 3 bulan terakhir tahun ini.
Bank investasi ternama, Morgan Stanley melihat perekonomian Indonesia akan bangkit di kuartal IV-2020 dan berlanjut di 2021.
"Kami menilai ekonomi Indonesia sudah tidak bisa lebih rendah dari kuartal III-2020. Dengan situasi pandemi Covid-19 yang ke depan akan membaik, ditambah dengan reformasi struktural, momentum pertumbuhan ekonomi akan lebih kuat," tulis riset Morgan Stanley yang berjudul Get Ready for 2021 Goldilocks.
TIM RISET CNBC INDONESIA