
Good Bye Resesi! Ekonomi AS Diramal Tumbuh 31,9%

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19) membuat perekonomian global nyungsep di tahun ini, banyak negara yang masuk ke jurang resesi.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi (tumbuh negatif) dalam 2 kuartal beruntun secara tahunan (year-on-year/YoY). Sementara jika kontraksi beruntun terjadi secara kuartal (quarter-on-quarter/QoQ) maka disebut resesi teknikal.
Resesi banyak terjadi di kuartal II-2020, saat pemerintah di berbagai negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) guna meredam penyebaran virus corona. Akibatnya, roda perekonomian menjadi melambat sangat signifikan, bahkan nyaris mati suri. Maka tak heran banyak negara-negara yang "gugur" ke jurang resesi, mulai dari emerging market hingga negara maju.
Di pekan ini, banyak negara yang akan merilis data PDB kuartal III-2020, dari Eropa, hingga Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan kebangkitan ekonomi, dan bisa lepas dari jeratan resesi.
AS diprediksi akan lepas dari resesi dengan menunjukkan kebangkitan yang sensasional. Perekonomian Negeri Paman Sam di kuartal I-2020 mengalami kontraksi 5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized), sementara di kuartal II nyungsep 31,4%.
Hasil survei Refinitiv menunjukkan PDB AS diprediksi tumbuh hingga 31,9%.
Melihat hasil survei tersebut, hampir pasti Amerika Serikat akan lepas dari jeratan resesi di kuartal III-2020. Tetapi, bukan berarti roda perekonomian sang Negara Adikuasa akan terus melaju kencang. Mahal pemulihan ekonomi diperkirakan akan mengalami pelambatan akibat stimulus fiskal yang tak kunjung cair. Apalagi melesatnya pertumbuhan ekonomi AS di kuartal III-2020 terjadi akibat low base effect, dimana PDB di kuartal sebelumnya sangat rendah. Sehingga di kuartal IV-2020 PDB AS tidak akan membukukan pertumbuhan sebesar kuartal IV.
Beralih ke Eropa, Prancis yang mengalami resesi di kuartal II-2020 lalu juga berpeluang bangkit. Hasil survei Refinitiv, PDB di kuartal III-2020 diprediksi tumbuh 15,2% QoQ, setelah mengalami kontraksi 13,8% QoQ dan 5,9 QoQ di dua kuartal sebelumnya.
Sementara secara tahunan, PDB Prancis tumbuh negatif 19% YoY pada periode April-Juni, dan negatif 5,4% YoY di 3 bulan sebelumnya. Sayangnya, Refinitiv tidak menyajikan hasil survei PDB Prancis secara tahunan.
Sementara itu 3 Jerman, negara dengan nilai perekonomian terbesar di Eropa juga diramal mengalami pertumbuhan ekonomi pada periode Juli-September sebesar 7,2% QoQ, melansir data Trading Economics. Dalam 2 kuartal sebelumnya, PDB mengalami kontraksi 9,7% QoQ, dan 2% QoQ.
Secara tahunan, PDB Jerman mengalami kontraksi 11,3% YoY di kuartal II-2020, dan 2,2% YoY di 3 bulan pertama tahun ini. Trading Economic memprediksi di kuartal III-2020 PDB Jerman masih mengalami kontraksi 5,3% YoY. Artinya, Jerman masih belum akan lepas dari resesi.
Sementara itu, 2 negara Eropa lainnya, Spanyol dan Italia juga masih akan mengalami resesi. Konsensus dari Trading Economic menunjukkan PDB Spanyol diperkirakan berkontraksi 12,4% YoY, sementara Italia 8,8% YoY.
Eropa dalam beberapa pekan terakhir menghadapi masalah serangan virus corona gelombang kedua, sehingga pemulihan ekonominya jadi terhambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Jepang Masuk Jurang Resesi, Jerman Jadi Negara Ekonomi Terbesar