RI Boleh Resesi, Tapi Rupiah Ogah Menyerah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
20 October 2020 10:24
rupiah, bi
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah pun hijau di perdagangan pasar spot.

Pada Selasa (20/10/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.729. Rupiah menguat 0,08% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Sedangkan di 'arena' pasar spot, rupiah juga menguat. Pada pukul 10:16 WIB, US$ 1 setara dengan Rp 14.650 di mana rupiah terapresiasi 0,14%.

Hebatnya lagi, penguatan mata uang Ibu Pertiwi terjadi kala para tetangganya cenderung lesu di hadapan dolar AS. Selain rupiah, hanya rupee India, won Korea Selatan, dolar Singapura, dan dolar Taiwan yang mampu menguat. Rupiah pun sah menjadi yang terbaik di Asia.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 10:16 WIB:

Rupiah memang punya hak untuk menguat. Pasalnya, rupiah sudah begitu tertekan pada kuartal III-2020. Kala itu, rupiah anjlok 4,65% di hadapan dolar AS dan menjadi mata uang terlemah di Asia.

Oleh karena itu, rupiah punya kans mencatat technical rebound. Sebab, rupiah memang sudah terlalu lemah alias undervalued.

Selain itu, fundamental rupiah juga semakin kuat. Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan mencatat surplus pada kuartal III-2020. Jika terwujud, maka akan menjadi surplus pertama sejak 2011.

Transaksi berjalan mencerminkan pasokan devisa dari ekspor-impor barang dan jasa. Devisa dari pos ini lebih berjangka panjang, tidak mudah keluar-masuk seperti investasi portofolio di sektor keuangan. Dengan pasokan valas yang mumpuni, seharusnya menjadi pijakan bagi rupiah untuk menanjak.

Kemudian, inflasi domestik juga 'jinak'. Pada September 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi sebesar 1,42% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Hingga akhir tahun, BI memperkirakan inflasi sepanjang 2020 akan lebih rendah dari batas bawah kisaran 2-4%.

Berdasarkan Survei Pemantauan Harga pekan III, BI memperkirakan inflasi bulan ini akan sebesar 0,04% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Ini akan membuat inflasi tahun kalender menjadi 0,93% dan inflasi tahunan 1,41%.

"Penyumbang utama inflasi berasal dari komoditas cabai merah sebesar 0,08% (MtM), bawang merah sebesar 0,02% (MtM), minyak goreng dan daging ayam ras masing-masing sebesar 0,01% (MtM). Sementara itu, komoditas yang menyumbang deflasi pada periode laporan berasal dari komoditas telur ayam ras sebesar -0,05% (MtM), serta beras dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,01% (MtM)," sebut keterangan tertulis BI.

Inflasi yang rendah membuat berinvestasi di rupiah jadi menguntungkan. Sebab imbalan yang didapat investor tidak terlalu tergerus oleh inflasi.

Misalnya, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun saat ini berada di 6,707%. Dengan inflasi tahunan yang diperkirakan 1,41% sampai Oktober, maka imbalan riil yang diterima investor adalah 5,297%. Masih cukup tinggi dibandingkan yang didapat dari negara-negara sekelompok (peers).

Yield obligasi pemerintah India tenor 10 tahun adalah 5,94% dan inflasi September mencapai 7,43% YoY. Jadi keuntungan riil berinvestasi di instrumen ini adalah -1,49%, bukannya untung malah buntung.

Kemudian misalnya Turki. Yield surat utang pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk yang tenor 10 tahun adalah 13,06%, jauh lebih tinggi ketimbang Indonesia.

Namun inflasi di Turki mencapai 11,75% YoY per September 2020. Jadi keuntungan riil yang diterima investor hanya 1,31%, jauh di bawah Indonesia.

Iming-iming imbalan tinggi membuat investor, terutama asing, masih rajin mengoleksi aset berbasis rupiah. Per 16 Oktober, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) tercatat Rp 946,41 triliun. Naik Rp 11,65 triliun (1,25%) dibandingkan posisi awal bulan. Jadi tidak heran rupiah bisa menguat, karena mata uang Tanah Air masih diburu oleh pelaku pasar.

Ke depan, fundamental rupiah yang terus membaik serta tingginya minat investor bisa menjadi modal bagi Indonesia untuk keluar dari jurang resesi. Saat rupiah menguat, maka biaya impor bahan baku dan barang modal akan semakin murah sehingga mendorong industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, dan mendongkrak konsumsi rumah tangga.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular