Waspada! Beli Saham INAF & KAEF Bisa Masuk Jebakan Batman

Tri Putra, CNBC Indonesia
16 October 2020 12:18
Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 12 Maret 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,01% ke 4.895,75. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dihentikan sementara (trading halt) setelah  Harga tersebut ke 4.895,75 terjadi pada pukul 15.33 WIB.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia-  Kabar terkai penemuan vaksin dan obat untuk virus corona (covid-19) memicu kenaikan tinggi saham dari sektor kesehatan, salah satunya saham-saham farmasi.

Harga dua saham milik anak usaha  PT Bio Farma, yakni PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) terbang hingga ratusan persen. 

Harga saham INAF yang secara tahun berjalan (YTD) harga sahamnya sudah terbang 286%. Jika dihitung dari level terendahnya tahun ini yakni di angka Rp 446/unit, harga saham INAF sudah terbang 753% ke level penutupan Kamis (15/10/20) di harga Rp 3.360/unit.

Setali tiga uang, harga saham anak usaha Biofarma lain yakni PT Kimia Farma Tbk (KAEF) juga sudah terbang secara YTD sebesar 165,6% ke level Rp 3.320/unit.

Akan tetapi bagaimana investor sebaiknya menanggapi fenomena melesatnya harga saham anak usaha Bio Farma dan saham farmasi lain, apakah valuasinya masih wajar? Simak tabel berikut.

Terpantau memang valuasi saham-saham farmasi sudah tergolong mahal yang ditunjukkan dengan metode valuasi harga dibanding laba bersih perusahaan (PER) yang semuanya sudah berada di atas angka 20 kali sehingga bisa dikatakan mahal karena berada di atas rata-rata industri farmasi di angka 13,5 kali.

Contohnya harga saham KAEF yang sudah memiliki PER yang relatif sudah sangat tinggi yakni di angka 195,29 kali. Sementara INAF masih belum mampu membukukan laba sampai semester pertama tahun ini sehingga PER-nya tidak dapat di analisis.

Kedua saham ini memang menarik di analisis apalagi kabar yang beredar di kalangan para pelaku pasar kedua saham ini memiliki market maker. 

Sebenarnya bagaimana gerak komposisi kepemilikan saham non-warkat di penitipan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) untuk kedua saham ini selama setahun terakhir? Simak tabel berikut.

Menurut Data KSEI, total saham INAF yang berbentuk non-warkat yang dititipkan ke KSEI hanyalah 19,34%. Hal ini masuk akal karena kepemilikan Bio Farma di saham INAF mencapai 80,66% sehingga kemungkinan besar saham yang berbentuk warkat dikuasai oleh Bio Farma sehingga tidak likuid untuk diperdagangkan.

Kepemilikan investor lokal di sisa 19,34% sendiri sangat dominan karena asing hanya memegang 0,09% dibandingkan dengan lokal yang memegang 19,24%.

Tercatat tiga besar tipe investor pemilik saham INAF adalah asuransi lokal (Local IS), Reksa Dana Lokal (Local MF), dan Individu Lokal (Local ID). Sejak awal tahun sendiri investor asuransi dan reksa dana terus menerus melakukan penjualan dan investor individu lah yang terus menyerap jualan kedua investor tersebut.

Tercatat pada akhir Januari investor asuransi merangkul 438 juta saham INAF, sedangkan per 30 September kepemilikan investor asuransi di INAF tinggal 436 juta. Kepemilikan Reksa Dana juga berkurang jauh dari hampir 90 juta saham hingga hanya 81,7 juta saham saja. Sedangkan investor individu terus menerus melakukan aksi beli sehingga kepemilikan mereka meningkat dari 67,4 juta saham menjadi 74,6 juta saham.

Aksi beli investor individu alias ritel yang masif ini juga diamini oleh data pemegang saham INAF yang berhasil naik tinggi dari posisi akhir tahun yakni 31 Desember 2019 di angka 4.531 investor ke posisi 30 September 2020 di angka 9.441 atau naik lebih dari dua kali lipat.

Kondisi serupa juga terjadi di saham KAEF yang bisa dilihat dari grafik di bawah.

Menurut Data KSEI, total saham KAEF yang berbentuk non-warkat yang dititipkan ke KSEI hanyalah 9,97%. Hal ini masuk akal karena kepemilikan Bio Farma di saham INAF mencapai 90,03% sehingga kemungkinan besar saham yang berbentuk warkat dikuasai oleh Bio Farma sehingga tidak likuid untuk diperdagangkan. Kepemilikan investor lokal di sisa 9,97% juga sangat dominan karena asing hanya memegang 0,14% dibandingkan dengan lokal yang memegang 9,84%.

Meskipun komposisi kepemilikan saham KAEF agak berbeda dengan INAF. Di saham KAEF kepemilikan saham investor individu lebih banyak dari kepemilikan saham reksa dana, akan tetapi terjadi kesamaan yakni porsi kepemilikan investor individu porsinya terus meningkat. Lagi-lagi sejak awal tahun investor asuransi dan reksa dana terus menerus melakukan penjualan dan investor individu lah yang terus menyerap jualan kedua investor tersebut.

Tercatat pada akhir Januari investor institusi merangkul 263,4 juta saham KAEF, sedangkan per 30 September kepemilikan investor institusi di INAF tinggal 262,4 juta. Kepemilikan reksa dana juga berkurang jauh dari 37,4 juta saham hingga hanya 16,3 juta saham saja. Sedangkan investor individu terus menerus mengkoleksi jualan investor asuransi dan reksa dana sehingga kepemilikan mereka meningkat dari 206 juta saham menjadi 256 juta saham.

Aksi beli investor individu alias ritel yang jumbo ini juga diamini oleh data pemegang saham KAEF yang berhasil loncat dari posisi akhir tahun yakni 31 Desember 2019 di angka 2.397 investor ke posisi 30 September 2020 di angka 20.563 atau naik lebih dari delapan kali lipat.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular