Harga Batu Bara Loyo Lagi Hingga Terseret ke Bawah US$ 60/Ton

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
11 October 2020 16:15
A pile of coal is seen at a warehouse of the Trypillian thermal power plant, owned by Ukrainian state-run energy company Centrenergo, in Kiev region, Ukraine November 23, 2017. Picture taken November 23, 2017. REUTERS/Valentyn Ogirenko
Foto: Ilustrasi pertambangan batu bara (REUTERS/Valentyn Ogirenko)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara pada pekan ini mengalami pelemahan. Harga komoditas andalan ekspor Indonesia ini kembali di bawah US$ 60/ton.

Minggu ini, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) merosot 4,03% secara point-to-point. Pada perdagangan akhir pekan, harga batu bara tersebut ditutup di bawah US$ 60/ton, lebih tepatnya di US$ 58,40/ton.

Hal ini dikarenakan ketatnya pasokan batu bara domestik China yang membuat harganya tidak kompetitif, sehingga harga batu bara impor lintas laut (seaborne) kemungkinan masih akan tertahan dari koreksi lanjutan.

Pada Jumat (9/10/2020) lalu, harga batu bara termal Qinhuangdao untuk kalori 5.500 Kcal/Kg masih berada di atas rentang target harga informal yang ditetapkan pemerintah China.

Hal ini membuat para pelaku industri termasuk perusahaan setrum Negeri Panda berpotensi akan memilih batu bara impor. Apalagi jelang akhir tahun kebijakan kuota akan diperbarui.

Adanya pemangkasan produksi yang juga dibarengi dengan potensi La Nina yang menyebabkan disrupsi pasokan juga turut mendongkrak harga batu bara. Ke depan harga komoditas unggulan Australia dan RI ini diproyeksikan bakal merangkak naik seiring dengan pemulihan permintaan.

Kendati terjadi secara gradual, fenomena pemulihan permintaan batu bara juga terjadi di India. Total impor batu bara India pada bulan September diperkirakan mencapai 14,62 juta ton berdasarkan data pelacakan kapal dan pelabuhan Refinitiv, naik dari 12,97 juta pada bulan Agustus.

Ini merupakan kinerja terkuat importir batu bara terbesar kedua dunia itu sejak April, meski impor masih turun 6,3% dari 15,61 juta ton yang tercatat pada September 2019, melansir Reuters.

Selama sembilan bulan pertama tahun ini, impor diperkirakan mencapai 128,24 juta ton, turun 17% dari 154,8 juta pada periode yang sama tahun lalu.

Sektor batu bara India telah terpukul keras oleh pembatasan aktivitas ekonomi yang diberlakukan mulai Maret dan seterusnya ketika negara terpadat kedua di dunia berjuang untuk mengatasi pandemi virus corona (Covid-19) yang sedang merebak.

Perekonomian diperkirakan akan berkontraksi hingga 10% pada tahun fiskal yang dimulai pada bulan April. Itu akan menjadi kinerja terlemah India sejak 1979, dan analis memperkirakan permintaan listrik tahunan turun untuk pertama kalinya dalam hampir empat dekade.

Namun, ada beberapa tanda pemulihan tentatif. Seorang kolumnis Reuters, Clyde Russel menyebut pembangkit listrik tumbuh untuk pertama kalinya dalam tujuh bulan pada September dengan aktivitas di pabrik meningkat paling tinggi dalam delapan tahun karena adanya relaksasi karantina wiliayah (lockdown).

Pembangkit listrik naik 4,9% pada September dan menjadi peningkatan bulanan pertama sejak Februari, menurut analisis Reuters terhadap data pengiriman muatan harian dari operator jaringan federal.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular