Demo Tolak Ciptaker Kian Marak, Investor Obligasi Keder

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
08 October 2020 20:31
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pada Kamis (7/10/2020) mayoritas ditutup melemah, merespons maraknya demonstrasi penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker) yang berujung kericuhan pada hari ini.

Mayoritas SBN cenderung dilepas oleh investor pada hari ini, kecuali SBN tenor 1 tahun dan 20 tahun yang ramai dikoleksi investor.

Dilihat dari imbal hasilnya (yield), hampir semua SBN mengalami penguatan yield, namun tidak untuk SBN tenor 1 tahun yang mencatatkan pelemahan yield 4,6 basis poin ke level 3,762% dan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun yang turun 0,1 basis poin ke 7,430.

Sementara itu, yield SBN dengan tenor 10 tahun yang merupakan acuan yield obligasi negara naik 0,3 basis poin ke level 6,899% pada hari ini. Yield berlawanan arah dari harga, sehingga kenaikan yield menunjukkan harga obligasi yang turun. Demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Kenaikan yield tertinggi tercatat di SBN dengan tenor 5 tahun yang naik 2,3 basis poin ke level 5,799%. Sedangkan, kenaikan yield terendah terjadi pada SBN berjatuh tempo 15 tahun yang naik 0,1 basis poin ke 7,414%

Aksi unjuk rasa dan mogok kerja yang telah berlangsung 2 hari terakhir hingga menimbulkan kericuhan membuat investor lebih memilih melepas SBN pada hari ini.

Sebelumnya, pada hari ini, tepatnya siang hingga sore hari, kericuhan mulai pecah di demonstrasi tolak omnibus law UU Ciptaker sekitar Istana Negara. Fasilitas umum seperti halte Transjakarta Bundaran HI, Tosari dan pintu masuk Stasiun MRT Jakarta Bundaran HI dirusak oleh oknum pengunjuk rasa.

Selanjutnya, Bank Indonesia (BI) melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Agustus 2020 tumbuh negatif 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Membaik dibandingkan Juli 2020 yang terkontraksi 12,3% YoY.

Pada September 2020, BI memperkirakan IPR masih mengalami kontraksi 7,3% YoY. Jika terwujud, maka penjualan ritel akan terkontraksi selama 10 bulan beruntun. Nyaris setahun...

Penjualan ritel adalah salah satu indikator awal (leading indicator) yang bisa menerawang arah gerak ekonomi ke depan. Jika terus turun, maka bisa disimpulkan bahwa ekonomi sedang lesu, masyarakat ogah berbelanja.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pengamat: Era Suka Bunga Rendah, Daya Tarik SBN Masih Kuat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular