Demo Rusuh di Sekitar Istana, Rupiah Perkasa 4 Hari Beruntun!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 October 2020 15:58
Demo Tolak Omnibus Law di Depan Gedung DPR. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Demo Tolak Omnibus Law di Depan Gedung DPR. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat 4 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (8/10/2020), meski rupiah sedang terbebani situasi di dalam negeri.

Dolar AS yang sedang lesu membuat rupiah mampu melanjutkan tren positif. Penguatan rupiah juga terjadi di tengah rusuh demo buruh di sekitaran Istana Negara, Kamis sore, menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% ke Rp 14.670/US$, tetapi tidak lama lansung balik melemah 0,11% ke Rp 14.706/US$.

Setelahnya, rupiah balik ke Rp 14.690/US$ sama persis dengan penutupan perdagangan kemarin. Di akhir perdagangan, rupiah mampu menguat tipis 0,03% di Rp 14.685/US$. 

Dengan demikian, dalam 4 hari terakhir, rupiah menguat sekitar 1%.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS, kecuali yen Jepang yang melemah tipis 0,01% hingga pukul 15:03 WIB. Mata uang lainnya menguat 0,1% atau lebih, dipimpin won Korea Selatan sebesar 0,41%. Yuan China masih belum berlaga karena pasarnya masih libur hari ini.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Penguatan mayoritas mata uang Asia menunjukkan dolar AS memang sedang lesu, sementara rupiah juga kurang bagus melihat penguatannya yang hanya 0,03%.

Dolar AS sedang lesu dalam 2 hari terakhir, tarik ulur pembahasan stimulus fiskal tidak bisa membantu kinerja the greenback. Dolar AS dalam situasi "maju kena, mundur kena" menghadapi stimulus fiskal.

Presiden AS, Donald Trump, pada Selasa waktu setempat meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang.

"Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan presiden," tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.

Dolar AS sempat menguat merespon hal tersebut. Tetapi, tanpa stimulus fiskal pemulihan ekonomi AS akan terancam, dan malah akan tertinggal dari negara-negara lainnya baik di Eropa maupun Asia. Alhasil, dolar AS kembali tertekan.

Terbaru, Presiden Trump berubah sikap terhadap stimulus fiskal, kini mendesak Kongres menyetujui program dukungan maskapai, dengan mengatakan bahwa uangnya bisa diambil dari sisa anggaran lebih dari stimulus paket 1 sebelumnya.

Mantan taipan properti itu juga mendesak Kongres menyetujui stimulus senilai US$ 1.200 untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga AS.

Berubahnya sikap Trump tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, bursa saham AS melesat naik, dan dolar AS yang merupakan aset safe haven menjadi tidak menarik. Selain itu, jika stimulus fiskal cair, maka jumlah uang yang beredar akan bertambah di perekonomian, nilai dolar AS pun akan melemah.

Hasil survei terbaru Reuters terbaru Reuters menunjukkan tidak lama lagi dolar AS akan memasuki periode pelemahan, setelah menguat di bulan September.

Reuters melakukan survei terhadap 75 analis valuta asing pada periode 28 September sampai 5 Oktober.

Sebanyak 54 dari 75 analis mengatakan penguatan dolar AS hanya akan berlangsung kurang dari 3 bulan, bahkan 13 diantaranya mengatakan penguatan the greenback sudah selesai.

"Sejujurnya, outlook (dolar AS) untuk 3 bulan ke depan atau lebih sangat buruk karena Pemilihan Umum di AS... tetapi dalam beberapa pekan ke depan dolar AS masih tertolong oleh ketidakpastian politik," kata Kit Juckes, kepala strategi valuta asing di Societe Generale, sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (6/10/2020).

Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Senin lalu disambut baik oleh pelaku pasar dalam dan luar negeri karena dianggap bisa memperbaiki iklim investasi di dalam negeri.

Saat iklim investasi membaik, maka aliran modal akan masuk ke dalam negeri, yang tentunya akan mendongkrak penguatan rupiah.

Namun, di sisi lain UU Cipta Kerja memicu penolakan yang masif. Buruh melakukan demo dan mogok kerja besar dalam 2 hari terakhir, dan masih akan berlanjut pada hari ini.

Aksi demo tersebut sebenarnya membebani rupiah kemarin hingga hari ini, apalagi terjadi kerusuhan di beberapa wilayah.

Bahkan kericuhan mulai pecah di sekitar Istana Negara. Massa yang merangsek maju di sekitar Harmoni, jakarta Pusat di balas dengan tembakan gas air mata untuk membubarkan massa.

Pantauan CNBC Indonesia Kamis (8/10/2020), massa masih bertahan di depan jalanan sekitar Halte besar TransJakarta atau depan Gedung Kantor Pusat Bank Tabungan Negara.

Massa pendemo juga terus-terusan melempar barikade polisi dengan baru dan sejumlah barang. Sementara itu, polisi anti huru hara menyiapkan barikade lengkap dengan tameng.

Sementara itu kemarin, Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa per akhir bulan lalu sebesar US$ 135,2 miliar. Anjlok dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat US$ 137 miliar yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.

Penurunan cadangan devisa pada September 2020, lanjut keterangan BI, antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Sementara pada hari ini, BI melaporkan penjualan ritel yang dicerminkan dari Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Agustus 2020 tumbuh negatif 9,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY), meski membaik dibandingkan Juli 2020 yang terkontraksi 12,3% YoY.

Pada September 2020, BI memperkirakan IPR masih mengalami kontraksi 7,3% YoY.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular