
Bersiap Nyerok! Ada Wacana Stimulus Rp 51.000 T dari The Fed

Jika tambahan stimulus moneter The Fed akhirnya jadi digelontorkan, aset-aset berisiko tentunya akan kembali menguat. Bursa saham global berpeluang kembali menanjak.
Pada bulan Maret lalu, bursa saham global termasuk Wall Street mengalami aksi jual masif. Indeks S&P 500 bahkan merosot lebih dari 30% pada periode pertengahan Februari hingga pertengahan Maret.
Namun, setelah The Fed menggelontorkan QE ditambah dengan stimulus fiskal pertama pemerintah AS senilai US$ 2 triliun, indeks S&P 500 kembali menanjak, bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di awal September lalu.
Tidak hanya Wall Street, indeks saham secara global juga pulih termasuk IHSG. Selain The Fed, banyak bank sentral dan pemerintah yang menggelontorkan stimulus moneter dan fiskal.
Tidak hanya aset berisiko, emas yang merupakan aset safe haven juga melesat dan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada Agustus lalu. Penyebabnya sama, stimulus moneter dan fiskal.
Gelontoran stimulus di AS tersebut membuat jumlah mata uang yang beredar di perekonomian bertambah, dampaknya dolar AS melemah. Efek berikutnya, inflasi ke depannya berisiko meningkat.
Alhasil, "semesta" mendukung emas terbang tinggi. Pandemi Covid-19 memicu resesi dunia, para pelaku pasar mengalihkan investasinya ke aset safe haven seperti emas.
Kemudian, pelemahan dolar AS membuat harga emas menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, permintaannya berpotensi meningkat.
Terakhir, ekspektasi kenaikan inflasi, juga membuat permintaan emas meningkat sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi.
Emas pun akhirnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu, jauh lebih tinggi dari rekor sebelumnya US$ 1.920.3/troy ons yang dicapai pada September 2011.
Jika The Fed benar menambah nilai QE, kemudian stimulus fiskal di AS akhirnya cair, emas tentunya bisa melesat dan mencetak rekor lagi, bahkan kemungkinan jauh lebih tinggi.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(pap/pap)
