Hari Ini Terakhir Buruh Mogok, Rupiah & Emas Antam Gimana?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 October 2020 06:46
Serikat pekerja berkeliling di Kawasan Industri Pulo gadung, Selasa (6/10). Massa buruh yang ikut mogok nasional menyerukan penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang sudah di sahkan kemarin. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Serikat pekerja berkeliling di Kawasan Industri Pulo gadung, Selasa (6/10). Massa buruh yang ikut mogok nasional menyerukan penolakan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang sudah di sahkan kemarin. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar terus mencermati pergerakan dolar Dolar Amerika Serikat (AS) dan juga volatilitas harga emas dunia dan harga emas Antam di domestik di tengah sejumlah sentimen baik global maupun dalam negeri.

Sentimen global datang dari negosiasi stimulus jumbo bagi pemerintah AS senilai US$ 2,2 triliun yang dihentikan hingga pemilihan presiden AS pada 3 November mendatang.

Dari dalam negeri, sentimen negatif dihadirkan oleh massa buruh yang sekitar 2 juta melakukan aksi mogok nasional dari Selasa hingga Kamis ini (8/10/2020) demi memprotes RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi UU pada Senin lalu. Protes ini lantaran banyak hak-hak pekerja yang dinilai berkurang.

Dolar AS

Dolar AS membukukan penguatan di bulan September lalu. Indeks yang mengukur kekuatan Mata Uang Paman Sam tersebut tercatat menguat 1,9% ke 93,886, melansir data Refinitiv.

Penguatan di September tersebut menjadi kinerja bulanan terbaik dolar AS sepanjang tahun ini.

Meski demikian, penguatan dolar AS diprediksi tidak akan berlangsung lama, paling mentok selama 3 bulan. Hal itu terlihat di survei yang dilakukan Reuters terhadap 75 analis valuta asing pada periode 28 September sampai 5 Oktober.

Sebanyak 54 dari 75 analis mengatakan penguatan dolar AS hanya akan berlangsung kurang dari 3 bulan, bahkan 13 diantaranya mengatakan penguatan the greenback sudah selesai.

Belakangan ini kinerja Mata Uang Paman Sam ini juga sudah mulai melempem, sejak menyentuh level tertinggi 2 bulan di 94,642 pada 25 September lalu, indeks dolar AS sudah turun lebih dari 1% hingga Selasa lalu.

"Sejujurnya, outlook (dolar AS) untuk 3 bulan ke depan atau lebih sangat buruk karena Pemilihan Umum di AS... tetapi dalam beberapa pekan ke depan dolar AS masih tertolong oleh ketidakpastian politik," kata Kit Juckes, Kepala Strategi Valuta Asing di Societe Generale, dilansir Reuters, Selasa (6/10/2020).

Indeks Dolar, 7 Okt 2020Foto: Indeks Dolar, 7 Okt 2020
Indeks Dolar, 7 Okt 2020

AS akan melaksanakan pemilihan presiden (pilpres) pada 3 November mendatang, untuk sementara Joseph 'Joe' Robinette Biden Jr. yang merupakan calon presiden dari Partai Demokrat diunggulkan memenangi pilpres dari lawannya petahana Partai Republik Donald Trump.

Volatilitas dolar AS juga diprediksi masih tinggi jelang pilpres, dengan potensi kenaikan atau pun penurunan sebesar 2%.

Dolar AS yang diprediksi akan melemah tentunya menguntungkan bagi rupiah yang berada dalam tren melemah sejak bulan Juni lalu.

Pada 8 Juni, rupiah berada di level Rp 13.850/US$, sementara pada Rabu pagi (7/10/2020), mengakhiri perdagangan di level Rp 14.690/US$. Artinya sepanjang periode tersebut rupiah melemah 6,06%. 

Rabu sore, rupiah membukukan penguatan 0,14% ke Rp 14.690/US$ di penutupan perdagangan.

Pada 11 September lalu, rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 14.950/US$, sebelum memperbaiki posisinya, tetapi masih membukukan pelemahan 1,92%.

Dengan penguatan dolar AS yang diprediksi segera berakhir, tentunya ruang penguatan rupiah di penghujung tahun ini terbuka lebar.

Tentunya dengan syarat penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) bisa diredam, serta stabilitas dalam negeri yang 2 hari terakhir dilanda demo dan aksi mogok buruh menolak UU Ciptaker.

Disahkannya UU Ciptaker oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10/2020) lalu disambut positif oleh pelaku pasar yang membuat rupiah menguat tajam kemarin. UU Ciptaker dianggap dapat memperbaiki iklim investasi sehingga menarik lebih banyak investor.

Tetapi, jika sampai UU Ciptaker membuat stabilitas dalam negeri terganggu, investor tentunya bukannya malah masuk tetapi kabur, rupiah pun bisa terpukul.

Emas Antam

Harga emas batangan produksi PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. atau yang dikenal dengan emas Antam merosot hingga ke bawah Rp 1 juta/gram Rabu kemarin.

Harga emas dunia yang ambrol dan rupiah yang menguat memberikan pukulan ganda ke emas Antam.

Melansir data dari situs resmi milik Pegadaian, logammulia.com, emas batangan satuan 1 gram hari ini dibanderol Rp 999.000/batang, merosot 1,77% dibandingkan harga Selasa. Untuk pertama kalinya sejak 27 Juli lalu harga emas Antam satuan 1 gram kembali ke bawah Rp 1 juta/gram.

Sementara itu satuan 100 gram yang biasa menjadi acuan juga merosot 1,88% ke Rp 94.112.000/batang atau Rp 941.120/gram.

Adapun harga emas dunia pada perdagangan Selasa ambrol 1,87% ke US$ 1.877,12/troy ons, sebabnya Donald Trump, meminta perundingan stimulus senilai US$ 2,2 triliun dihentikan hingga pemilihan presiden 3 November mendatang.

"Saya menginstruksikan perwakilan untuk berhenti bernegosiasi sampai setelah pemilihan presiden," tulisnya di Twitter pribadinya @realDonaldTrump, Selasa (6/10/2020) sore waktu setempat.

Alhasil, harapan akan gelontoran stimulus guna membangkitkan perekonomian AS menjadi pupus, emas pun terpukul. Stimulus fiskal serta stimulus moneter merupakan bahan bakar emas untuk terus menanjak.

Emas Antam 7 Okt 2020Foto: Emas Antam 7 Okt 2020
Emas Antam 7 Okt 2020

Jangan lupa, meski emas dunia mulai ambruk, emas dunia juga bisa diuntungkan jika dolar AS pada akhirnya kembali melemah.

Sebelum bangkit di bulan September, indeks dolar AS berada di level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir. Buruknya kinerja dolar AS tersebut menjadi salah satu pemicu melesatnya harga emas dunia hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 2.072,49/troy ons pada 7 Agustus lalu.

Sejak mencapai level tersebut kinerja emas kembali melempem, saat indeks dolar AS menguat 1,9% di bulan September harga emas dunia merosot 4,28%.

Pergerakan tersebut menujukkan bagaimana dolar AS dan emas dunia berkorelasi negatif, artinya ketika dolar AS melemah emas akan menguat, begitu juga sebaliknya.

Sebabnya, emas dunia dibanderol dengan dolar AS, kala the greenback melemah harga emas dunia akan lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya, dan permintaannya akan meningkat.

Rabu malam, mengacu data Kitco, harga emas di pasar spot bergerak di bawah US$ 1.900/troy ons, atau antara US$ 1.883-US$ 1.884/troy ons.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi Redup, Emas Berkilau

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular