Top Banget! Batu Bara Masih Ogah Melorot dari US$ 60/ton

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 October 2020 10:32
FILE PHOTO: A worker speaks as he loads coal on a truck at a depot near a coal mine from the state-owned Longmay Group on the outskirts of Jixi, in Heilongjiang province, China, October 24, 2015. REUTERS/Jason Lee/File Photo
Foto: Batu Bara (REUTERS/Jason Lee)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal Newcastle masih belum mau melorot ternyata. Pada perdagangan Senin kemarin (5/10), harga batu legam untuk kontrak yang aktif ditransaksikan itu kembali ditutup menguat. 

Harga batu bara naik 1,56% ke US$ 61,8/ton. Padahal sebelumnya harga batu bara sempat ambles ke US$ 60,85/ton. Reli harga batu bara mulai berawal dari minggu kedua bulan September lalu pasca menyentuh level terendahnya di US$ 49,9/ton di 7 September 2020.

Ada berbagai faktor pemicu mengapa harga batu bara mulai merangkak naik. Pertama dan yang paling utama adalah ketatnya pasokan batu bara domestik China.

Hal ini membuat harga batu bara patokan negara tersebut menguat signifikan bahkan lebih tinggi dari rentang harga target yang sudah dipatok.

Harga batu bara termal Qinhuangdao untuk kalori 5.500 Kcal/Kg pada akhir pekan lalu menguat 2,9% ke RMB 612/ton atau setara dengan US$ 90,13/ton. Harga tersebut tergolong kemahalan karena sudah berada di atas 'green zone' di rentang RMB 500 - RMB 570 per ton.

Green zone merupakan target informal otoritas China untuk tetap menjaga keberlanjutan bisnis para penambang batu baranya serta margin perusahaan utilitas. Dengan harga batu bara domestik yang sudah mahal, maka banyak yang tertarik untuk membeli batu bara impor karena harganya lebih murah.

Kenaikan minat ini juga turut mendongkrak harga batu bara lintas laut (seaborne). Meski China mulai ketat menerapkan kuota impor pada kuartal kedua dan ketiga, tetapi dengan ketatnya pasokan ada kemungkinan beberapa wilayah mulai melonggarkannya. Apalagi memasuki periode akhir tahun kebijakan kuota impor akan diperbarui.

Pada saat yang sama, menjelang libur natal dan tahun baru akhir tahun para penambang Australia memutuskan untuk menghentikan aktivitas operasinya. Namun eskpor tetap berjalan dengan memanfaatkan stok yang tersedia, sehingga meski produksinya turun pasokan masih tetap terjaga.

Faktor lain yang berpotensi mendongkrak harga batu bara ke depan adalah fenomena La Nina yang menyebabkan cuaca yang basah dan bisa mendisrupsi rantai pasok batu bara metalurgi (kokas) yang banyak dimanfaatkan untuk produksi baja. La Nina juga diperkirakan bakal berdampak pada pasokan batu bara termal.

Adanya ancaman disrupsi pasokan disertai dengan membaiknya permintaan terutama dari China berpotensi menyebabkan harga batu bara mengalami penguatan terutama di akhir tahun ini dan awal tahun depan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular