
Pepet Malaysia & Thailand, Inklusi Keuangan RI Capai 76,2%

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tingkat inklusi keuangan nasional saat ini sudah mencapai 76,2%, sedikit lebih baik dari target inklusi keuangan tahun 2019 sebesar 75%.
Kendati sudah meningkat, memang capaian ini masih lebih rendah dari negara lain seperti China dan India dengan indeks inklusi keuangan 80%, serta negara di ASEAN seperti Malaysia sebesar 85% dan Thailand sebesar 82% pada tahun 2017 menurut Global Findex Bank Dunia.
Menurut Peraturan OJK Nomor 76/POJK.07/2016, inklusi keuangan adalah ketersediaan akses pada berbagai lembaga, produk, dan layanan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara menyatakan, inklusi keuangan di Indonesia memang jumlahnya masih belum merata.
Sebab, akses keuangan di wilayah perkotaan sebesar 83,6% masih lebih tinggi daripada di wilayah pedesaan 68,5%. Presiden JOko Widodo sebelumnya juga mengharapkan dalam 4 tahun ke depan, inklusi keuangan meningkat menjadi 90%.
"Oleh karena itu, kami terus fokus melakukan intensifikasi edukasi dan literasi keuangan terutama kepada generasi muda agar ke depan mereka lebih memahami dan mengerti produk atau jasa keuangan," kata Tirta Segara, saat membuka acara Bulan Inklusi Keuangan Tahun 2020, Senin (5/10/2020) secara daring.
Tirta melanjutkan, inklusi keuangan mempunyai peran yang penting dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
Ada tiga alasan inklusi keuangan menjadi hal yang krusial.
Pertama, inklusi keuangan diyakini sejalan dan berkorelasi positif dengan pertumbuhan ekonomi dan meluasnya akses keuangan dapat mengurangi ketimpangan kesejahteraan masyarakat.
Kedua, mendorong proses pemulihan ekonomi nasional, sebagai enabler kelancaran pemberian financial support bagi seluruh lapisan masyarakat dan pelaku usaha, terutama yang sulit dijangkau.
"Peran inklusi keuangan yang ketiga, inklusi keuangan untuk mendukung resiliensi atau ketahanan ekonomi masyarakat dalam situasi dan kondisi apapun," ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir menyampaikan, inklusi keuangan juga berperan penting dalam percepatan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Khususnya mempercepat pemberian kredit bagi UMKM sehingga usaha mereka dapat meningkat kembali dan mendekati kondisi normal.
"Sementara gerakan menabung menjadi prioritas berikutnya mengingat perlunya spending dari masyarakat untuk menggerakkan sektor riil," kata Iskandar.
Iskandar melanjutkan, salah satu bentuk pemberian modal kerja yang diberikan pemerintah kepada UMKM adalah Bantuan Presiden (Banpres) Tunai. Bantuan ini untuk menghidupkan kembali kegiatan usaha yang sempat terhenti.
Selain itu, Pemerintah meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro (SUMI) dengan jumlah kredit sampai dengan Rp10 juta untuk Ibu Rumah Tangga (RT) dan pekerja terkena PHK yang ingin melakukan usaha dengan bunga 0% sampai dengan Desember 2020.
Inklusi keuangan tersebut tidak berhenti di situ saja. Pemerintah juga memberikan tambahan subsidi bunga 6% kepada pelaku UMKM dan debitur KUR sehingga bunga KUR semua skema menjadi sebesar 0% sampai akhir tahun ini.
Selain itu, OJK juga telah membantu keringanan UMKM dengan restrukturisasi kredit akibat Covid-19 dengan merelaksasi kebijakan kredit dengan POJK Nomor 11.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bos OJK Sebut Startup RI Tembus 2.100, Begini Pengawasannya