
Sedih! Sempat Terbang, IHSG Akhiri Kuartal III Terkoreksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru saja menyudahi kuartal ketiga tahun 2020. Kinerja IHSG pada kuartal ini tidak bisa dibilang apik karena pada periode tiga bulanan ini IHSG terpaksa terkoreksi 0,87%.
Sejatinya pada dua bulan pertama kuartal ketiga ini IHSG berhasil melesat tinggi hingga 9% akan tetapi pada bulan terakhir yakni September IHSG terpaksa terkoreksi parah.
Melesatnya IHSG pada dua bulan pertama kuartal ketiga ini setelah pasar merespons positif harapan pemulihan ekonomi baik secara global maupun di Indonesia. Stimulus-stimulus yang berhasil melesatkan IHSG pada periode ini sejatinya bervariasi.
Mulai dari kabar akan penempatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ke bank-bank besar di Indonesia yang ditempatkan dana triliunan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani.Selanjutnya pemerintah juga terus menguyur berbagai sektor yang terdampak oleh pandemi corona dengan berbagai stimulus.
Menkeu membantu pelaku usaha yang terdampak pandemi Covid-19terutama pelaku UMKM salah satunya dengan program bantuan subsidi bunga mulai 3% hingga 6%.
Selain itu sentimen positif pada bulan Agustus dari pasar global disponsori oleh Russia, vaksin Sputnik V yang datang secara tiba-tiba dan dikatakan siap untuk diinjeksikan ke manusia menjadi bahan perbincangan investor di seantro dunia dan berhasil mengerek bursa-bursa di berbagai benua ke zona hijau.
Tidak hanya dari Russia, semakin hari upaya pengembangan vaksin virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) semakin maju. Vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca, Sinovac, dan Sinopharm sudah memasuki tahap akhir. Sementara vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan lain pun terus memberi kabar positif.
Kanar pemulihan ekonomi dari pasar keuangan global juga direspons baik oleh investor, mulai dari di China yang terkonfirmasi tidak akan terjadi resesi, karena pada kuartal kedua PDBnya berhasil melesat 3,2% setelah terkontraksi lebih dari 6% pada kuartal pertama.
Selain PDBnya, pemulihan ekonomi China juga ditunjukkan oleh rilis data PMI manufakturnya yang sudah berhasil berada di zona ekspansi yakni di atas 50 terhitung dari bulan Mei dan terus menanjak hingga tiba di bulan September di angka 53.
Akan tetapi segalanya buyar pada bulan terakhir kuartal ketiga yakni September kala itu pada akhir Agustus, IHSG sempat ke level tertingginya di angka 5.381 atau hanya terkoreksi 14,7% saja.
Awal September menjadi titik balik gerak IHSG ketika Gubernur DKI Jakarta menarik rem darurat dan menyatakan akan mengembalikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti awal terjadinya pandemi.
Tak ayal pasar menghukum dengan kejam, saham-saham unggulan dilego hingga menyentuh level Auto Reject Bawah (ARB) yang menyebabkan IHSG terpaksa tumbang hingga 5,01% pemandangan yang terakhir kali dilihat oleh investor Maret silam ketika ketidak pastian akibat virus corona dan kepanikan investor sedang tinggi-tingginya.
Toh ternyata PSBB ketat yang diberlakukan oleh DKI 1 kali ini tidak semengerikan pada awal terjadinya virus corona, pusat perbelanjaan alias mal masih diijinkan beroperasi meskipun restoran tidak diperbolehkan makan ditempat.
Meskipun IHSG sempat pulih namun sepertinya sudah terlambat, optimisme para pelaku pasar akan pulihnya perekonomian dengan cepat sudah kembali pudar dan investor sudah menganggap Indonesia jatuh ke jurang resesi adalah hal yang sudah hampir pasti.
Hal ini juga ditunjukkan oleh angka PMI Manufaktur Indonesia bulan September yang kembali ambles ke level 47,2 setelah sebelumnya berada di atas angka 50 yang menunjukkan setelah sebelumnya ada ekspansi di sektor manufaktur, kini sudah kembali berada di zona kontraksi.
Selanjutnya kepastian RI jatuh ke jurang resesi juga muncul dari rilis data dalam negeri yang kurang ciamik oleh Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan pada September terjadi deflasi sebesar 0,05% meskipun survei dari Bank Indonesia memprediksikan terjadinya inflasi sebesar 0,05% dan konsensus juga menargetkan hal yang sama.
Hal ini artinya selama kuartal ketiga tahun 2020, Indonesia terus-terusan mengalami deflasi setelah sebelumnya bulan Juli dan Agustus IHSG mengalami deflasi 0,05% dan 0,1% yang mengindikasikan adanya masalah daya beli masyarakat dan mengkonfirmasi bahwa memang Indonesia sudah sangat dekat dengan jurang resesi sehingga bursa acuan Tanah Air terpaksa ditutup terkoreksi hampir 1% pada akhir kuartal ketiga ini.
Selama kuartal ketiga sendiri asing kabur sangat besar hingga mencapai Rp 28 triliun dimana hampir setengahnya yakni Rp 12 triliun dilakukan asing pada bulan terakhir ketika sentimen pasar sedang buruk-buruknya.
Jual bersih terbanyak dipegang oleh saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dimana asing melakukan jual bersih sebesar Rp 4,5 triliun dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang dilego asing Rp 4 triliun.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000