Waspada! Rupiah Diramal Jadi Terburuk Asia di Sisa Tahun Ini

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 October 2020 18:02
Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)
Foto: Uang Edisi Khusus Kemerdekaan RI ke 75 (Tangkapan Layar Youtube Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah 0,07% melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (2/10/2020). Di awal kuartal IV-2020 ini, kinerja rupiah terlihat masih belum membaik, meski kemarin menguat 0,13%.

Sementara itu, sepanjang kuartal III-2020 rupiah membukukan pelemahan 4,65%, dan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia, saat mata uang utama lainnya mampu menguat. Hanya baht Thailand yang menjadi "teman" rupiah yang juga melemah di kuartal lalu, meski pelemahannya jauh lebih rendah.

Tren penambahan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) yang terus menanjak hingga saat ini, memberikan terkanan bagi rupiah. Bahkan, penambahan kasus perharinya masih cenderung tinggi.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), kasus baru Covid-19 di Indonesia bertambah sebanyak 4.317 orang, berdasarkan data per hari ini. Jumlah kasus baru tersebut membuat akumulasi kasus positif menjadi 295.499 orang.

Dari akumulasi tersebut, sebanyak 221.340 orang sembuh, dan 10.972 orang meninggal dunia, sehingga kasus aktifnya sebanyak 63.187 orang.


Akibat tren penambahan kasus yang masih menanjak, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terus berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia. Di DKI Jakarta, sebagai pusat perekonomian Indonesia bahkan kembali menerapkan PSBB yang lebih ketat dalam 3 pekan terakhir.

Alhasil, roda bisnis berputar dengan lambat, dan perekonomian Indonesia pasti mengalami resesi di kuartal III, hanya seberapa dalamnya yang masih menjadi misteri. Di kuartal II-2020 lalu, perekonomian Indonesia minus 5,32% year-on-year (YoY).

Perekonomian Indonesia terancam gagal bangkit di kuartal IV-2020 jika tren penambahan kasus Covid-19 belum mampu diredam, dan PSBB yang ketat terus berlangsung.

Hal tersebut membuat pelaku pasar saat ini mengambil posisi short (jual) terhadap rupiah. Hasil survei 2 mingguan Reuters menunjukkan posisi short tersebut naik nyaris 2 kali lipat dibandingkan 2 pekan lalu.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi long (beli) terhadap dolar AS dan short (jual) terhadap rupiah. Begitu juga sebaliknya, angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi short (jual) terhadap dolar AS dan long (beli) terhadap rupiah

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (1/10/2020) kemarin menunjukkan angka 0,61. Dua pekan lalu, hasil survei menunjukkan angka 0,39, berbalik cukup signifikan dibandingkan hasil survei sebelumnya -0,19. Sebelum angka negatif tersebut, dalam 4 survei sebelumnya dirilis positif.

Survei yang dilakukan Reuters tersebut konsisten dengan pergerakan di tahun ini. Selama periode aksi "buang" rupiah pada 4 survei itu, Mata Uang Garuda mengalami pelemahan 2,68%. Sementara saat investor mengambil posisi long (beli) dengan angka survei -0,19, rupiah menguat tipis 0,07%.

Pada bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak, investor mengambil posisi short (jual) rupiah, dengan angka survei yang dirilis Reuters sebesar 1,57. Semakin tinggi nilai positif, semakin besar posisi short rupiah yang diambil investor.

Memasuki bulan April, rupiah perlahan menguat dan hasil survei Reuters menunjukkan posisi short rupiah semakin berkurang, hingga akhirnya investor mengambil posisi long mulai pada 28 Mei lalu. Alhasil rupiah membukukan penguatan lebih dari 15% sejak awal April hingga awal Juni.

Kini dengan investor kembali mengambil posisi jual, rupiah tentunya berisiko kembali melemah.

Hasil survei tersebut juga menunjukkan investor melakukan mengambil posisi jual rupiah akibat kekhawatiran akan revisi undang-undang BI, membuat bank sentral tidak lagi independen, dan rentan mengalami intervensi yang bersifat politis.

Bank investasi Societe Generale dalam sebuah catatan yang dikutip Reuters memprediksi rupiah akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia di semester II tahun ini. Sebagai aset dengan imbal hasil tinggi, rupiah masih akan dikalahkan oleh rupee India meski yield yang diberikan lebih rendah.

Secara teknikal, rupiah mulai dalam tren pelemahan sejak awal Juni lalu, terlihat dari trend line (garis merah) pada grafik harian. Rupiah yang disimbolkan USD/IDR masih berada di atas US$ 14.730/US$, yang menjadi kunci pergerakan.

Level US$ 14.730/US$ merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%. Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Selama tertahan di atasnya Rp 14.730/US$, rupiah cenderung akan melemah untuk jangka panjang. Target pelemahan ke Rp 15.090 sampai 15.100/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 50%, dan akan menjadi resisten yang kuat.

Jika resisten kuat tersebut jebol, rupiah berisiko melemah menuju Rp 15.450/US$ (Fibonnaci Retracement 38,2%).

Sementara itu jika berhasil menebus dengan dan bertahan ke bawah Rp 14.740/US$, peruntungan rupiah bisa berubah, dengan peluang penguatan ke Rp 14.400/US$.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular