Rupiah Menguat 3 Hari Beruntun Meski RI Deflasi 3 Bulan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
01 October 2020 15:50
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (1/10/2020). Dengan demikian, rupiah mampu membukukan penguatan 3 hari beruntun, meski data menunjukkan Republik Indonesia (RI) mengalami deflasi 3 bulan berturut-turut.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,27% di Rp 14.800/US$, tetapi tidak lama langsung terpangkas bahkan sempat melemah 0,07% ke Rp 14.850/US$.

Setelahnya rupiah kembali bangkit dan bertahan di zona hijau hingga penutupan perdagangan. Rupiah mengakhiri perdagangan hari ini dengan menguat 0,13% ke Rp 14.820/US$. Dalam 2 hari terakhir sebelumnya, rupiah mampu menguat masing-masing 0,3%, sementara di awal pekan melemah 0,3%. Artinya baru hari ini rupiah mengakhiri perdagangan dengan persentase lebih dari 0,3%.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat hari ini, hanya yen Jepang yang melemah. Artinya, sentimen pelaku pasar sedang bagus yang membuat mata uang safe haven kurang menarik. Dolar AS juga mata uang yang dianggap safe haven selain yen Jepang dan franc Swiss.

Hingga pukul 15:22 WIB, rupee India menjadi mata uang terbaik dengan penguatan 0,6%.

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.

Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia periode September 2020. Hasilnya tidak jauh dengan perkiraan pasar.

BPS melaporkan terjadi lagi deflasi di mana data IHK bulanan (month-to-month/MtM) pada September tercatat -0,05%. Ini menjadi yang ketiga dalam tiga bulan beruntun, berarti deflasi tidak terputus sepanjang kuartal III-2020. Angka yang dilaporkan BPS tidak jauh dari konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia yaitu deflasi 0,03% MtM.

Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) berada di 1,42%, tidak jauh dari konsensus pasar yang memperkirakan 1,43%. Kemudian inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) adalah 0,89%.

Meski demikian, rupiah masih mampu mempertahankan penguatan, sebab sentimen pelaku pasar sedang bagus, yang membuat dolar AS menjadi kurang diminati.

Membaiknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham AS (Wall Street) yang kemarin berhasil menguat, sebab pelaku pasar mulai optimis stimulus fiskal di AS akan segera cair.

Selain itu serangkaian data ekonomi dari AS kemarin juga menunjukkan pemulihan ekonomi yang menjanjikan. Sektor swasta AS mampu merekrut 749 ribu tenaga kerja di bulan September, kemudian aktivitas manufaktur di wilayah Chicago melesat naik dengan angka purchasing managers' index (PMI) sebesar 62,4, jauh lebih tinggi ketimbang bulan Agustus 51,2.

Kemarin, kabar bagus juga datang dari China yang menunjukkan pemulihan ekonomi yang mampu dipertahankan setelah dihantam pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur China bulan September sebesar 51,5, naik dari bulan sebelumnya 51.

China menjadi contoh negara yang sudah mampu meredam penyebaran Covid-19 akan bisa segera bangkit.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Rupiah, Juara Asia Semester I-2020 Adalah Peso Filipina

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular