RI Mau Bikin SWF, Begini Contoh Praktik di Banyak Negara

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 September 2020 13:32
Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR RI. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Menteri Keuangan Sri Mulyani di Komisi XI DPR RI. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Cita-cita Indonesia untuk memiliki dana investasi negara atau yang dikenal dengan sebutan Sovereign Wealth Fund (SWF) bakal terwujud sebentar lagi. Rancangan Undang-undang sapu jagat atau Omnibus Law bakal menjadi payung hukum yang mengatur soal SWF di Indonesia.

SWF bukanlah barang baru. Secara sederhana SWF adalah dana yang dimiliki oleh pemerintah dan siap untuk diinvestasikan. Cikal bakal munculnya SWF di dunia diprakarsai oleh Kuwait.

Berkaca pada sejarah, di tahun 1953 salah satu negara penghasil minyak di Timur Tengah yaitu Kuwait membentuk Kuwait Investment Authority yang bertujuan untuk menginvestasikan surplus pendapatan dari minyaknya. 

Kuwait membentuk SWF ini dengan tujuan apabila pasar minyak global mengalami guncangan (shock) sehingga berpengaruh terhadap pendapatan negara, maka investasi yang dilakukan melalui SWF-nya bisa menjadi dapar (buffer) dari shock tersebut.

Setelah Kuwait, ada banyak SWF bermunculan. Bahkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia pun sudah punya sendiri. Singapura punya dua SWF yaitu GIC Private Limited dan Temasek Holdings sementara Malaysia punya Khazanah. 

Menariknya baik GIC & Temasek memiliki aset kelolaan yang sangat besar. Kedua kendaraan finansial Negeri Singa itu bahkan masuk top 10 SWF dengan aset kelolaan terbesar di dunia. 

Di peringkat 1 ada SWF milik Norwegia yang dikelola oleh bank sentralnya melalui Norges Bank Investment Management. Aset kelolaannya tak tanggung-tanggung mencapai US$ 1,1 triliun sampai saat ini. 

Kembali ke Tanah Air, sebenarnya cikal bakal SWF di dalam negeri juga sudah ada sejak lama. Dulu melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.01/2007 Kementerian Keuangan memiliki kendaraan keuangan mirip SWF yang diberi nama Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Awalnya PIP disuntikkan modal sebesar Rp 4 Triliun dari APBN. Namun karena tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan seperti harapan pemerintah PIP harus dilikuidasi delapan tahun setelahnya. 

Aset-aset PIP yang mencapai Rp 18,4 triliun kemudian dialihkan ke PT Sarana Multi Infrastruktur untuk membantu mendanai ambisi proyek pembangunan infrastruktur Tanah Air pemerintah pada 2015 silam.

Kini konsep SWF kembali didengungkan di Indonesia. Baru-baru ini cikal kendaraan investasi pemerintah itu bakal mendapat suntikan modal sebesar Rp 15 triliun dan akan diatur dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. 

Ada hal yang menarik sebenarnya dari fenomena ini. Pembentukan SWF biasanya dilakukan oleh negara-negara yang mengalami surplus anggaran, neraca dagang dan transaksi berjalan. 

Sementara seperti diketahui bersama Indonesia merupakan negara yang tergolong serba defisit. Defisit fiskal bakal membengkak lebih dari 5% PDB tahun ini dan neraca transaksi berjalan juga defisit (CAD) sebesar 2% PDB.

Lantas dari mana modal untuk membentuk SWF sendiri? Jawabannya ya APBN. Selain dari APBN pemerintah juga akan menggaet investor terutama investor asing untuk ikut serta dalam pembentukan SWF ini. 

Beberapa investor yang berkomitmen join dengan SWF RI antara lain Uni Emirat Arab (UEA) dan juga perusahaan investasi milik Masayoshi Son, Softbank. Pada awal tahun ini kunjungan Presiden Joko Widodo ke UEA bertemu dengan putra mahkota UEA berhasil mengantongi komitmen investasi senilai US$ 22,8 miliar. 

Keterlibatan investor lain dan asing dalam SWF ini mirip dengan negara-negara yang punya ciri khas sama dengan RI. Serba defisit. Beberapa negara tersebut seperti Turki, Romania, India dan Bangladesh. 

Tujuan pembentukan SWF Indonesia disebut sebagai salah satu cara untuk stabilisasi ekonomi. Maklum selama ini perekonomian RI masih sangat bergantung pada sektor komoditas yang rentan akan fluktuasi harga global. Selain sebagai stabilizer, SWF bentukan RI ini diharapkan mampu meningkatkan tabungan dan investasi masyarakat. 

Dalam sebuah working paper Dana Moneter Internasional (IMF) yang bertajuk Sovereign Wealth Funds: Aspects of Governance Structures and Investment Management dan dipublikasikan 2013 silam, secara umum suatu negara membentuk SWF dengan lima model untuk mencapai tujuan yang berbeda.

Model pertama bertujuan untuk membentuk dana investasi yang bisa menjadi stabilizer. Hal ini dilakukan agar anggaran pemerintah dapat terproteksi dari shock eksternal karena volatilitas harga komoditas misalnya.

Tipe SWF ini bakal mengalokasikan dananya ke aset-aset yang sangat likuid seperti instrumen investasi surat utang pemerintah sesuai dengan kebutuhan anggaran pemerintah. Beberapa negara yang menerapkan model ini antara lain Timor Leste, Iran dan Rusia.

Ada juga model yang berfungsi sebagai saving fund. SWF ini dibentuk agar tercipta kesejahteraan di masyarakat luas. Selain itu model tipe ini juga digunakan untuk transformasi serta diversifikasi perekonomiannya. Negara yang mengikuti model ini adalah UEA dengan Abu Dhabi Investment Authority-nya.

SWF tipe saving fund cenderung memiliki profil risiko yang lebih tinggi sehingga bisa mengalokasikan dananya ke aset-aset seperti ekuitas atau bahkan investasi jenis lainnnya. 

Model development fund sedikit berbeda dengan dua tipe yang sudah dijelaskan. Model tipe ini diterapkan di negara seperti India yang membutuhkan pendanaan untuk pembangunan infrastrukturnya. 

Kategori keempat ada SWF untuk dana pensiun. Seperti namanya, dana investasi ini dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan suatu negara dalam hal kewajiban memberikan jaminan pensiun bagi masyarakatnya. Model ini diterapkan di Australia, Irlandia dan Selandia Baru. 

Terakhir ada dana cadangan investasi. Biasanya model ini menggunakan cadangan devisanya untuk diputar lagi dan dialokasikan ke aset-aset seperti saham. Beberapa negara yang mengikuti model ini antara lain China, Singapura dan juga Korea Selatan.

Kebutuhan setiap negara untuk membentuk SWF memang berbeda-beda dan bisa berubah seiring dengan berjalannya waktu. Jadi tidak saklek dan rigid. Masih terkait laporan IMF, beberapa negara bahkan memadukan tujuan investasinya dalam SWF. 

Contohnya untuk negara-negara yang kaya akan sumber daya, tujuan pembentukan SWF adalah untuk stabilisasi dan tabungan (Azerbaijan, Botswana, Trinidad & Tobago), serta untuk tabungan dan cadangan pensiun (Australia). 

Bahkan ada yang tujuannya untuk tiga hal sekaligus seperti Kazakhstan yang digunakan untuk stabilisasi, tabungan dan pembangunan nasional. Untuk Indonesia sendiri tujuannya adalah untuk stabilisasi dan tabungan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. 

Namun masih banyak hal yang harus diperhatikan oleh Indonesia dalam hal pembentukan SWF ini mengingat pendanaannya tidak murni dari kantong sendiri. SWF haruslah murni dan terbebas dari interfensi politis atau conflict of interest tertentu.

SWF juga harus dibentuk dengan kerangka aturan yang kuat, model dan tata kelola, mandat yang jelas serta manajemen yang profesional. Selain itu strategi alokasi asetnya juga harus dipertimbangkan dengan matang sesuai kebutuhan dan meminimalkan adanya risiko yang tak diinginkan seperti korupsi. 

Salah satu pengelolaan SWF yang menjadi contoh atau patokan kesuksesan global adalah Norwegia. Pada 1969 Norwegia menemukan ladang minyak besar di pantai bagian utaranya yang diberi nama Ekofisk. By the way ini termasuk ladang minyak lepas pantai (off shore) terbesar yang pernah ditemukan.

Lokasinya terletak pada 200 km sebelah setalan dari Stavanger. Ladang minyak ini baru berproduksi  pada 1971. Pada 2014 dikabarkan output dari area Ekofisk mencapai 65 juta barel ekuivalen minyak per harinya.

Sejak saat itu ekonomi Norwegia tumbuh dengan pesat. Saat itulah anggota parlemen Norwegia mulai memikirkan bagaimana agar pendapatan dari minyak tersebut dikelola dengan hati-hati dan bisa memberikan manfaat bagi negara dan bangsa dalam jangka panjang sekaligus sebagai upaya preventif terhadap gejolak harga minyak global.

Di situlah mulai dibentuk SWF untuk dana pensiun. Parlemen akhirnya membuat undang-undangnya. Baru pada 1976 dana untuk SWF tersebut didepositkan untuk pertama kali. Norges Bank Investment Management di bawah bank sentral Norwegia menjadi pihak yang mengelola dana tersebut. 

Dana tersebut kemudian dialokasikan untuk membeli saham, surat utang dan aset-aset properti di berbagai negara. Aset SWF Norwegia terus bertumbuh sampai menjadi yang terbesar di dunia.

Saat ini SWF Norwegia ini memiliki saham di 9.202 perusahaan publik yang tersebar di seluruh negara. Jumlah tersebut berarti SWF Norwegia menguasai 1,5% dari total saham global.

Beberapa saham-saham yang dibeli oleh SWF Norwegia antara lain saham seperti Apple dan Samsung. Menariknya lagi SWF Norwegia tersebut juga berinvestasi di aset keuangan dalam negeri lho yaitu berupa saham dan obligasi baik pemerintah maupun korporasi.  

Di RI investasi SWF Norwegia tersebut dialokasikan untuk aset ekuitas senilai US$ 1,87 miliar di 74 saham domestik dan US$ 3,07 untuk obligasi pemerintah RI serta obligasi korporasi milik PT Pertamina (Persero)

Sejak tahun 1998, dana investasi tersebut telah memberikan imbal hasil rata-rata setahunnya bisa mencapai 5,8%. Model pengelolaan SWF Norwegia ini memang sangatlah baik.

Selain strategi alokasi asetnya dan model dan tata kelolanya, transparansi dari pengelolaannya juga patut diacungi jempol. Ini bisa menjadi salah satu tolok ukur pengelolaan SWF bagi banyak negara tak terkecuali Indonesia, tentu juga harus memperhatikan karakteristik tiap-tiap negara yang juga berbeda ya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duet Sri Mulyani-Erick Thohir jadi Pengawas Dana Abadi RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular